Kamis, 19 Juni 2014

Prabowo Banyak Blunder, Jokowi Minder

Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar, Firdaus Muhammad mengatakan tampilan calon presiden Prabowo Subianto dalam debat calon presiden kedua sangat overconfidence (terlalu percaya diri).
Sementara Joko Widodo (Jokowi) justru underconfidence atau (minder). Artinya kata Firdaus, penampilan kedua capres belum menunjukkan kualitas capres yang diharapkan.
"Saya melihat dari bahasa komunikasi politik Prabowo sangat overconfindence, sementara Jokowi sangat underconfidence. Keduanya tidak tampil maksimal yang membuat kualitas debat capres tidak seperti yang diharapkan masyarakat," kata Firdaus kepada wartawan, di gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/6).
Dia pun mencontohkan kepercayaan diri Prabowo yang justru jadi bumerang buat capres yang diusung Partai Gerindra itu. Prabowo banyak salah menggunakan diksi dan terlihat sering keseleo lidahnya.
"Banyak diksi yang tidak penting yang diucapkan Prabowo dan retorika sangat menonjol sehingga cenderung hanya bermain kata-kata," jelasnya.
Prabowo juga tidak cross check data yang dimilikinya seperti kebocoran Rp 1000 triliun dan yang kata Prabowo justru ada kebocoran Rp 7000 triliun.
"KPK pun membantah hal ini karena yang dimaksud KPK itu ternyata cuma potensi kerugian dan kebocoran. Sangat penting bagi calon presiden untuk bicara dengan detail yang benar," sarannya.
Pernyataan Prabowo yang menegaskan peran timnya yaitu ketika dia menyanjung program Jokowi karena tim-nya tidak setuju dia menyanjung ide Jokowi, menurutnya juga tidak baik.
Kalau memang tidak setuju hal itu tidak perlu diungkapkan ke publik. "Kan cukup saja dia katakan saya setuju dengan Jokowi. Jangan justru menyerang tim sendiri, karena bagaimanapun tim itu kan dia yang pilih sendiri," ungkapnya.
Prabowo menurutnya tampil terlalu rileks sehingga menjadi overconfidence. Hal ini menurutnya jika dipertahankan justru tidak baik untuk dirinya, apalagi jika itu ditayangkan secara live.
“Saya melihat di Manado, Prabowo membanggakan ibunya yang orang Manado dan adik-adiknya yang non-muslim dihadapan masyarakat Manado yang mayoritas non-muslim. Kalau ini ditangkap televisi, justru akan merugikan karena dia seperti membuang keislamannya hanya untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Manado," imbuhnya.
Prabowo juga dinilainya tidak mampu mempertanyakan gagasan Jokowi, meski gagasan itu aneh sekalipun.
"Tengok saja, dia tidak menggunakan maksud Jokowi dengan tol laut. Harusnya kan ditanyakan, maksudnya tol laut itu apa? Apakah mau menghubungkan pulau-pulau dengan jembatan atau dengan kapal laut? Terus dari mana membiayai hal itu? Tol darat saja negara kesulitan membangun, apalagi tol laut. Ini tidak realisitis saat ini dan Prabowo tidak mengejarnya,” ujar Doktor Komunikasi Politik ini lagi.
Sementara Jokowi lanjutnya, sangat terlihat sekali under confidence atau rasa mindernya di depan Prabowo.
Bicara Jokowi yang kerap terlihat sedang berpikir keras dan melihat catatan, membuat tampilannya terkesan di bawah Prabowo. Dari sini terlihat intelektualitas Jokowi dari gesturnya sangat tertekan dengan Prabowo.
"Dengan demikian maka ekspresinya kelihatan sekali mindernya. Jokowi juga terlihat tidak paham apa yang dia tanyakan sendiri. Dia menanyakan masalah TPPID yang sebenarnya sangat mikro dan bukan konsumsi bagi debat capres tapi walikota. Harusnya kalau dia berwawasan capres, pertanyaan yang diajukan harus kelas capres misalnya menanyakan program yang ril untuk bangsa,” tegasnya.
Jokowi menurut Firdaus, juga minim improvisasi karena berkali-kali mengungkapkan hal mengenai kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar.
"Untuk mengungkapkan kartu itu cukup sekali. Itu masalah mikro yang tidak perlu diungkapkan berkali-kali seperti yang diungkapkan oleh Jokowi. Saya sendiri melihat dalam dua debat dia sudah berkali-kali mengulangi hal ini dan kalau mau berkembang hal ini tidak lagi diungkapkan dalam debat-debat selanjutnya. Terlalu dangkal kalau hanya bicara soal kartu karena pada faktanya Indonesia sudah lebih maju dengan BPJS,” imbuhnya lagi.
Jokowi menurutnya juga tidak dapat memanfaatkan kelemahan Prabowo karena keminderannya itu. Dia pun mencontohkan pernyataan Prabowo bahwa ada kebocoran Rp 1000 triliun padahal Jokowi seharusnya tahu bahwa APBN Indonesia itu hanya 1800 triliunan.
"Lah, harusnya kan dia tanya dari mana data Rp 1000 triliun kebocoran kalau APBN saja Cuma Rp 1800 triliun. Ini kan bukan bocor namanya tapi sudah bolong. Ini tidak bisa dimanfaatkan oleh Jokowi,” tegasnya.
Oleh karena itu, ke depannya Firdaus menyarankan jika mau meraih simpati publik untuk memilih mereka, kedua calon presiden itu harus menyeimbangkan diri dan kemampuan. Jangan lagi terlalu overconfidence tapi jangan juga underconfidence.
"Yang bagus, yah yang biasa-biasa saja tidak lebih tidak kurang,” pungkasnya.  [fas/jpnn]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar