Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit mengingatkan dua pasang calon presiden yang bersaing di pemilu presiden (pilpres) kali ini agar tidak cengeng saat menghadapi serangan politik. Menurutnya, sepanjang serangan itu bukan fitnah maka kubu capres yang bersaing tak perlu menempatkan diri sebagai pihak yang harus dibela.
“Bagi yang merasa diserang, silahkan saja melakukan serangan balik, yang penting punya dasar, bukan fitnah. Jadi calon pemimpin enggak boleh cengeng,” ujar Arbi di Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Arbi menyampaikan hal itu saat dimintai tanggapan tentang semakin gencarnya serangan politik ke kubu capres dengan memalsukan dokumen ataupun menyebar fitnah. Kasus terakhir adalah fitnah ke capres nomor urut 2, Joko Widodo terkait transkrip pembicaraan antara Jaksa Agung Basrief Arief dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang seolah-olah hasil sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, kampanye hitam yang mendera Jokowi adalah kasus surat palsu ke Kejaksaan Agung. Surat itu seolah-olah menyebut capres yang dikenal dengan sapaan Jokowi itu meminta penundaan pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi Transjakarta di Dinas Perhubungan DKI.
Arbi pun menilai semakin gencarnya fitnah dan kampanye hitam jelang pilpres menunjukkan ada pihak yang panik karena takut kalah. “Sudah brutal. Baik yang dilakukan calon maupun timnya. Ini sudah sangat kalap, sudah main kayu ibaratnya,” kata dosen senior di FISIP UI itu.
Arbi menambahkan, aroma persaingan di pilpres kali ini memang keras karena hanya ada dua pasang calon. Karenanya, kubu capres yang merasa peluang menangnya kecil akan melakukan segala upaya demi memenangi pilpres.
“Kalau hanya dua calon seperti sekarang, kalah ya kalah, tidak akan ada harapan bisa bertarung di putaran dua,” ulasnya. [ara/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar