Aksi protes yang dilancarkan tim pemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa terhadap kata sambutan Joko Widodo saat pengundian nomor urut di Komisi Pemilihan Umum (KPU), berlanjut ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri mempersilakan Bawaslu dan publik
menilai apakah pidato Jokowi--sapaan beken Joko Widodo--termasuk
kampanye atau tidak.
Terkait hal itu, pengamat komunikasi politik Ari Junaedi
melihat substansi isi kata sambutan Jokowi usai mendapat nomor urut 2
di KPU, Minggu (1/6/2014) siang, sebagai pemaknaan nomor yang
disandangnya.
Jika setiap Capres, imbuh Ari, entah itu Prabowo atau Jokowi mendapat
jatah pidato selama 3 menit. Tentunya, menurutnya, durasi waktu itu
akan digunakan semaksimal mungkin untuk menyampaikan sikap dan perasaan.
"Bisa jadi pemaknaan Jokowi atas nomor 2 dipahami pendukung
Prabowo-Hatta sebagai kampanye. Demikian juga sebaliknya oleh simpatisan
Jokowi-JK apa yang diucapkan Prabowo juga kampanye. Jadi sebaiknya
perbedaan pemaknaan tersebut tidak terlalu dipersoalkan," tandas Ari
ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (1/6/2014).
Justru yang harus diawasi bersama, tegas dia, adalah bagaimana
kampanye pada 4 Juni hingga 2 Juli 2014 berlangsung dengan tertib, aman
dan tidak melanggar aturan.
Lebih lanjut, menurut pengajar Program Pascasarjana Universitas
Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) ini, kekurangcerdasan
tim sukses dalam mengurai kelemahan kompetitor terkadang sering mengulik
hal-hal yang tidak substansial.
Selain itu, imbuhnya, tim sukses menghindari black campaign (kampanye hitam) dan analogi-analogi yang menyesatkan.
"Istilah Perang Badar, pengklasifikasian Pandawa dan Kurawa, menyebut
lawan kambing sementara dirinya bangga dibilang macan, adalah contoh
yang tidak elok dan mendidik bahkan cenderung memprovokasi masyarakat,"
ucap Ari Junaedi.
Diketahui, dalam pidato di Gedung KPU, Jokowi mengajak rakyat
Indonesia memilih nomor dua. "Indonesia dalam harmoni dan keseimbangan.
Pilihlah nomor dua," kata Jokowi yang didampingi Jusuf Kalla. [tribun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar