Visi misi yang diusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapat sorotan dari sejumlah aktivis perempuan.
Aktivis yang juga pendiri Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Ita Fatia Nadia mengatakan, visi-misi Prabowo-Hatta sangat kental nuansa maskulin dan kurang memberikan ruang yang cukup luas bagi kepentingan kaum perempuan.
“Perempuan tidak menjadi poin penting,” kata Fatia dalam diskusi bertajuk Perempuan Memantau Visi dan Misi Calon Presiden yang digelar Forum Perempuan Pemantau Presiden di Jakarta, Minggu (1/6/2014).
Hadir di diskusi tersebut antara lain politisi dari PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari, Rieke Dyah Pitaloka, dan tim sukses capres Prabowo-Hatta, Marwah Daud Ibrahim.
Menurut Fatia, visi misi Prabowo-Hatta menempatkan peran perempuan dalam pembangunan pemerintahan ke depan, hanya menjadi bagian dari pembangunan pemuda, sosial, budaya, dan olahraga.
Dan, perempuan dimasukkan ke dalam kelompok rentan sehingga dipandang sebagai obyek yang perlu dilindungi dan tidak berbicara soal perlunya pemberdayaan bagi kaum perempuan.
Menurut dia, Prabowo-Hatta hanya melihat perempuan sebagai bagian dari imaji bangunan politik maskulin atau patriarki. Misalnya, dengan menciptakan ruang-ruang formal bagi perempuan seperti yang telah dilakukan di Partai Gerindra dengan dibentuknya Perempuan Indonesia Raya (PIRA).
“Perempuan tidak dilihat sebagai individu yang merdeka, hanya merupakan bagian dari imaji pembangunan nasionalisme bangsa. Dia akan mudah diperlakukan sebagai obyek. Jadi, untuk saya, visi misi Prabowo-Hatta memiliki keprihatinan yang sangat, karena ia hanya akan menjadi bagian dari bangunan politik maskuliniti atau politik patriarki,” tutur Fatia.
Sementara, pasangan Jokowi-JK, menurut Fatia, berupaya memberikan ruang khusus kepada perempuan, misalnya pembangunan dalam bidang politik. Selain itu, Jokowi-Jusuf Kalla juga berupaya untuk menghapus kebijakan-kebijakan yang berpotensi mendiskreditkan peran perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ke depan.
Marwah Daud Ibrahim menepis penilaian itu. Anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta itu mengatakan, visi misi pasangan jagonya itu sesungguhnya turut mencantumkan program secara spesifik bagi pemberdayaan perempuan. Salah satunya, dengan kebijakan menempatkan 30 persen perempuan dalam jabatan posisi di pemerintahan, baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Dikatakan juga, dalam program-program pemerintahan yang akan dijalankan jika Prabowo-Hatta terpilih menjadi presiden-wapres, secara umum juga tidak sepenuhnya membatasi peran kaum perempuan.
"Namun tetap memberikan porsi peran yang seimbang antara laki-laki dan perempuan, misalnya dalam program pembukaan lapangan kerja di pedesaan yang bisa diisi oleh laki-laki dan perempuan," ujar Marwah.
Sementara, terkait posisi Ibu Negara, Marwah mengatakan, tetap penting kehadirannya. Isu soal pentingnya sosok Ibu Negara memang menguat akhir-akhir ini di media massa.
“Perannya (Ibu Negara) penting. Tapi, kalau tidak ada (Ibu Negara) itu tidak menggangu kegiatan-kegiatan kepresidenan. Di kenegaraan itu kan ada protokoler, artinya tidak menggangu perjalanan kegiatan kenegaraan,” ujarnya. [sam/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar