"Lebih baik kalau semuanya tuh jelas. Harus jelas ya nanti rekonsiliasi politiknya seperti apa? Tapi harus diperjelas," tegas Jokowi, Jumat (20/6/2014).
Menurut Jokowi, kejelasan akan kasus ini mungkin untuk dilakukan. Karena pelaku sejarahnya masih hidup. Sehingga keterangan yang diberikan mereka dapat memperjelas.
"Ya pelaku-pelaku sejarahnya kan masih ada semua. Ya harusnya sih bisa (diselesaikan)," tutupnya.
Seperti pernah diberitakan, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan, telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus HAM 1998 sejak 6 Januari 2005 kepada Kejaksaan Agung. Namun, hingga tahun 2011, baik korban maupun keluarga korban tidak mendapatkan titik terang penyelesaian kasus itu.
"Kami ingin ingatkan kembali tanggung jawab pemerintah atas kasus ini. Sudah enam tahun itu diajukan dan sudah 13 tahun juga para korban dan keluarga menunggu. Enam tahun bukan berarti tidak ada komunikasi Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung. Kemandekan kasus ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi III DPR antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, tapi fasilitas dialog, tidak menghasilkan satu kemajuan yang berarti," tutur Ifdal Khasim di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2011).
Ifdal menambahkan, Kejaksaan Agung selalu beralasan bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM itu tidak bisa dilakukan tanpa melalui pengadilan HAM ad hoc.
"Menurut Jaksa Agung, untuk penyidikan diperlukan langkah hukum, menahan dan menyita, harus meminta pada pengadilan. Kalau pengadilan HAM belum terbentuk, di mana persetujuan langkah-langkah tersebut? Komnas HAM berpendapat berbeda dalam melakukan penyelidikan tidak perlu pengadilan ad hoc terlebih dahulu," jelasnya. [merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar