Kabar miring kembali menimpa pasangan capres cawapres Prabowo-Hatta. Ketua Koordinator Nasional Pro Jokowi Budi Arie Setiadi menyebutkan, dari data pantauan di Bloomberg, terdapat transaksi investasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menyangkut pasangan tersebut.
Ya, dari data tersebut ada transaksi investasi yang tercatat dari pihak yang menggunakan nama "Tanoesudibjo Prabowo Hatta". Jumlahnya Rp 869,8 miliar dan digunakan untuk membeli saham empat perusahaan grup MNC baru-baru ini.
Seperti diketahui, Grup MNC merupakan "kerajaan" bisnis milik taipan Hary Tanoesudibjo. Saat ini, Hary merupakan salah satu pengusaha yang mendukung pasangan Prabowo-Hatta.
Budi merinci, dari total dana tersebut, sebesar Rp 712,7 miliar digunakan untuk membeli 6,13 persen saham emiten berkode BHIT di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan Rp 113 Miliar digunakan untuk memboyong 1,38 persen saham perusahaan berkode KPIG.
Selain itu, Rp 33 miliar digelontorkan untuk membeli 0,11 persen saham BMTR, dan yang terakhir Rp 11,8 miliar untuk 0,03 persen saham MNCN.
Budi pun curiga dengan nama pelaku transaksi tersebut. Pasalnya, nama tersebut sangat pas dengan nama pasangan capres cawapres Prabowo-Hatta. "Kalau benar, Prabowo-Hatta harus menjelaskan dari mana sumber dana itu. Kita memerlukan pemimpin yang jujur, " ujar Arie Setiadi, di Jakarta, Jumat (28/6/2014).
Menurut Arie, sudah menjadi modus yang umum bahwa pasar modal dimanfaatkan sebagai cara melakukan pencucian uang alias money laundering. "Biasanya itu untuk membawa uang haram yang berasal dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia," kata dia.
"Nanti penjualan sahamnya akan bisa masuk ke sistem perbankan dengan aman," imbuh mantan kepala Balitbang PDI-P di Jakarta itu.
Dia membandingkan dengan pasangan yang didukungnya, yakni Jokowi-JK. Menurutnya, pasangan yang diusung PDIP, Nasdem, PKB, Hanura, dan PKPI itu telah memulai tradisi politik yang baru dan sehat dengan membuka rekening gotong royong. "Prabowo-Hatta harus menjelaskan sumber dana untuk transaksi itu dan apa keperluannya," imbuhnya
Tak hanya itu, Arie juga mendesak agar Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan pihak-pihak lain yang berkompeten segera memantau aliran dana tersebut. Semua lembaga negara harus memastikan demokrasi tidak rusak dengan uang yang tidak jelas ujung pangkalnya.
"Bawaslu juga memeriksa karena menurut UU Pilpers sumbangan perorangan maksimal Rp 1 miliar dan Badan Usaha Rp 5 Miliar. Potensi melanggar aturan sangat tinggi," jelasnya. [mas/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar