Analis dari PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, mengatakan
pernyataan calon presiden Joko Widodo ihwal niat membeli kembali (buyback)
saham PT Indosat Tbk tidak didasari pertimbangan atas segala aspek,
termasuk kinerja Indosat selama ini. “Jangan sampai nantinya kita
menghabiskan uang triliunan anggaran hanya untuk membeli perusahaan yang
merugi lalu perlu disuntik modal setiap hari,” kata David ketika
dihubungi, Senin (23/6/2014).
Menurut dia, jika pemerintah akan
membeli kembali Indosat, harga beli saat ini pasti sudah berbeda jauh
dengan harga ketika dijual dulu. “Harganya pasti sudah jauh lebih tinggi
karena pengaruh nilai kurs dan inflasi,” katanya.
Untuk
diketahui, debat calon presiden ronde ketiga kemarin malam membahas isu
pertahanan nasional. Dalam debat, calon presiden nomor urut satu,
Prabowo Subianto, mengungkit kembali soal penjualan aset Indosat kepada
investor asing di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Calon presiden
nomor urut dua, Joko Widodo, yang merupakan calon yang diusung Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan—partai yang dipimpin Megawati--menyatakan
kondisi negara saat itu mengharuskan pemerintah menjual Indosat. Namun
Joko Widodo berjanji segera mengambil alih kembali Indosat.
David
mengatakan saat ini kinerja Indosat tidak terlalu menggembirakan. Pada
akhir 2013, Indosat mencatat kerugian sebesar Rp 2,78 triliun dengan
nilai ekuitas Rp 16,5 triliun dan aset yang mencapai Rp 54,5 triliun.
“Mereka merugi kurs karena tidak mau hedging. Masih mau beli? ujarnya.
Saat
ini perusahaan dengan kode emiten ISAT di Bursa Efek Indonesia ini
dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi asal Qatar, Ooredoo Asia Pte
Ltd, dengan kepemilikan saham sebesar 65 persen, pemerintah Republik
Indonesia 14,29 persen, Skagen AS 5,42 persen, dan sisanya, 15,29
persen, dimiliki publik.
“Sebelum buyback, banyak sekali
yang harus dipertimbangkan. Strategis atau tidak,” kata David. “Pada
1998 itu kan pemerintah jual karena memang sedang krisis dan butuh uang.
Jadi bisa dimaklumi,” ujarnya.
Pernyataan ihwal buyback
dari Joko Widodo tersebut, menurut David, jangan diutarakan atas dasar
motivasi politik sementara untuk mencari pendukung yang nasionalis.
“Yang penting adalah bagaimana pemerintah menjadi regulator bagi badan
usaha negara. Bukan hanya jadi pemilik,” katanya. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar