Debat ketiga calon presiden, Minggu 22 Juni 2014 malam, memunculkan impian Joko Widodo akan ketangguhan pertahanan nasional Indonesia mengawal negara kepulauan yang besar ini. Ia menawarkan terobosan mutakhir: pesawat tanpa awak, drone. Teknologi pertahanan masa depan ini akan menjadi bagian dari modernisasi alat pertahanan jika ia terpilih jadi presiden.
Pesawat nirawak menurut Jokowi, memberikan manfaat baik dari sisi ekonomi maupun ketahanan nasional. "Bisa dipasang di tiga kawasan yaitu Timur, Barat, dan Tengah Indonesia. Bisa di Sumatera, Jawa, Kalimantan, atau Sulawesi," katanya.
"Dengan drone, bisa dilihat mana ada kekayaan ekonomi maritim yang diambil. Drone berguna untuk pertahanan, bisa mengejar illegal fishing, illegal logging. Artinya selain perbaikan alutsista juga untuk ketahanan ekonomi kita," kata Jokowi seraya menyayangkan kekayaan laut sebesar Rp 300 triliun yang hilang karena illegal fishing.
Impian Jokowi tentang penggunaan armada pesawat tanpa awak untuk mengawal kepulauan Indonesia sesungguhnya adalah kesadaran yang sudah lama muncul di negara-negara maju. Negara adidaya Amerika Serikat bahkan telah mengandalkan drone sebagai teknologi pertahanan inti dan di garis depan.
Surat kabar The Washington Post edisi 23 Desember 2011 menulis, dalam dekade terakhir, drone talah menjadi bagian dari doktrin militer Amerika Serikat. Sebelum peristiwa serangan 11 September 2001, negara ini baru memiliki 200 drone. Tapi dalam sepuluh tahun, setidaknya sampai tahun 2011, AS telah memiliki lebih dari 7.000 pesawat tanpa awak -- termasuk yang berukuran mini.
"Kami membutuhkannya," kata Tim Conver, bos AeroVironment, perusahaan yang membangun pesawat mata-mata tanpa awak untuk militer Amerika Serikat.
Sebegitu pentingnya pesawat tanpa awak ini, tulis The Washington Post, AS sudah membuktikannya di medan perang luar negeri yang melibatkan tentara AS seperti di Irak, Afganistan dan operasi antiteroris di Pakistan dan Yaman.
Tidak heran jika dalam 10 tahun mendatang, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) telah siap membelanjakan sedikitnya 40 miliar dolar (sekitar 480 Triliun Rupiah) untuk penambahan 700 unit pesawat militer tanpa awak.
Bukan hanya AS saja yang sadar dengan pentingnya drone. Dalam hitungan Teal Group, sebuah perusahaan analisis pasar, secara global, uang yang dibelanjakan untuk membeli drone di seluruh dunia sampai tahun 2019 akan mencapai angka 100 miliar dolar (1.200 Triliun Rupiah).
Tidak heranlah jika Jokowi juga menganggap drone sebagai masa depan teknologi pertahanan Indonesia untuk mengawal negara kepulauan besar ini. "Ke depan, kita harus memenangkan pertarungan samudra dan maritim," katanya.
Pengoperasian drone yang berbasis satelit menurut Jokowi, tidak sulit benar. "Kalaupun drone harus dioperasikan dengan satelit, ya kita sewa dulu. Tapi, kalau tidak sekarang, kapan lagi? Nebeng dulu. Tapi nanti kita harus punya satelit kembali," kata Jokowi.
Urusan pertahanan negara ini tentu saja berkaitan dengan ketahanan dan kondisi ekonomi dalam negeri. "Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 7 persen, kita dapat membeli kembali Indosat. Satelit Indosat akan dapat digunakan untuk mengoperasikan drone secara mandiri," katanya. [merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar