Calon presiden dari PDIP Joko Widodo (Jokowi) dan capres yang diusung
Partai Gerindra Prabowo Subianto paling banyak menyedot perhatian
publik.
Keduanya menjelang Pemilu Legislatif 9 April nanti, makin
gencar mendekati pihak-pihak yang dianggap bisa memberi dukungan suara.
Jokowi, yang sudah dikenal dengan gaya blusukannya, diketahui banyak
mendapat simpati di hati masyarakat.
Belakangan, Jokowi dan
Prabowo saling gencar berkampanye. Dalam sejumlah kampanyenya, Prabowo
kerap melontrakan sindirian-sindiran negatif yang ditujukan ke capres
lain yang menjadi saingannya.
Publik menilai bermacam sindiran miring
itu ditujukan kepada Jokowi.
Pengamat politik dari Center for
Strategic and International Studies (CSIS) J. Kristiadi menyoroti
kampanye gaya Prabowo. "Kampanye mendesak dan ada imej terlalu keras
pada Jokowi," kata Kristiadi sebelum acara diskusi di Gedung Joang 45
Jln Menteng Raya Jakarta Pusat, Kamis (3/4/2014).
Kristiadi
menilai gaya kampanye Prabowo yang seperti itu malah dapat merugikan
Prabowo sendiri. "Kalau itu overdosis akan menjadi bumerang pada
Prabowo," ujar dia mengingatkan.
Pria berkacamata yang menjadi
peneliti senior CSIS ini juga melihat bahwa fenomena Jokowi bisa seperti
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika dulu hendak naik menjadi Presiden.
"Jokowi bisa jadi SBY kedua, kalau dipojokkan masyarakat akan iba," kata
Kristiadi. "Tapi jualan seperti itu terlalu sering maka tak akan laku
lagi," kata dia melanjutkan.
Adapun Ketua Forum Masyarakat Peduli
Pemilu Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan faktor yang
menjadi pendorong perolehan suara di ajang Pileg adalah figur capres.
"Apakah
capres PDIP itu bisa menarik suara masyarakat? Atau apakah Prabowo
dapat menarik masyarakat? Kalau rendah, maka akan terbagi ke semua
partai," ujar Sebastian di tempat yang sama.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar