Joko Widodo menanggapi santai penolakan warga Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, terkaitpembangunan megaproyek Mass Rapid Transit (MRT) layang di sepanjang jalan tersebut. Menurutnya, tak semua warga Fatmawati menolak program itu.
"Hanya
tiga orang (yang menolak)," ujar Gubernur DKI Jakarta itu usai
menghadiri acara diskusi di Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Senin
(6/5/2013) siang.
Jokowi mengaku penolakan warga dalam setiap
proyek besar merupakan hal yang wajar. Yang terpenting, lanjut Jokowi,
dirinya akan tetap melakukan pendekatan dengan warga yang menolak
pembangunan program yang digadang-gadang dapat mengurai kemacetan
tersebut.
Jokowi melanjutkan, berdasarkan keluhan warga Fatmawati yang diterimanya, poin yang menjadi keberatan pembangunan, yakni MRT elevated
dapat membuat tempat warga menjadi kumuh. Terlebih, proyek MRT itu
dianggap mematikan usaha warga karena tempatnya yang tertutup.
"Kan
katanya kalau di atas, di bawah jadi kumuh, tiang-tiangnya menutupi
toko. Sebetulnya kalau itu disampaikan, teknisnya bisa diperbaiki. Kita
akan cari referensi ke negara lain," ujarnya.
Jokowi
menegaskan, pembangunan MRT yang telah diluncurkan Kamis, 2 Mei 2013
lalu itu, telah final. Jokowi tidak akan mengubah struktur MRT elevated hanya
karena mendapat protes dari warga. Pasalnya, jika MRT tersebut dipindah
menjadi di bawah tanah, akan berimbas pada efisiensi dan efektivitas
operasional MRT.
Sebelumnya, jalur layang yang menghubungkan Lebak
Bulus hingga Sisingamangaraja tersebut menuai protes warga Jakarta
Selatan, terutama yang bermukim dan membuka usaha di sepanjang Jalan
Fatmawati, Panglima Polim, dan Cipete. Warga memrotes pembangunan MRT
lantaran Jokowi tidak menepati janjinya membentuk tim kajian yang
melibatkan Pemerintah Provinsi DKI, PT MRT Jakarta, Kementerian
Perhubungan, lembaga swadaya masyarakat, wartawan, dan warga. Janji
tersebut diucapkan sang gubernur dalam acara public hearing beberapa waktu lalu.
Sumber :
megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar