Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi), mengaku tak gentar programnya dijegal
oleh parlemen dalam lima tahun mendatang. Ia mengakui bahwa secara
presentase, jumlah partai pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat masih
kalah dibandingkan koalisi Prabowo. "Tapi politik kan masih bisa
berubah. Sekarang kalah, besok belum tentu," katanya pada Tempo di ruang
kerjanya, Kamis (9/10/2014).
Ia
menyebutkan beberapa partai yang sekarang mendukung koalisi Prabowo
bisa saja menyeberang ke kubunya. Mantan wali kota Solo ini masih
membuka peluang masuknya Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat,
bahkan Partai Golongan Karya ke koalisi Jokowi-Kalla. "Demokrat,
sekarang masih penyeimbang tapi minggu depan belum tentu. Golkar,
sebelum atau setelah Munas juga bisa ke kami," katanya.
Dikuasainya
parlemen oleh koalisi Prabowo, menurut Jokowi, bisa dinilai positif.
Alasannyna ada sebuah check and balance dalam manajemen negara. Namun
dia prihatin jika semangat check and balance berubah menjadi upaya
penjegalan. "Kalau semangatnya menjegal, kemarin kan ada statement itu,"
katanya.
Jokowi
mengatakan sudah menghitung langkah pemerintahannya dalam lima tahun ke
depan. Ia sudah memiliki beberapa rencana jika programnya nanti
dijegal. "Meski dihitung, ini mengelola negara. Kepentingannya harus ke
sana semua," katanya.
Melihat fakta yang terjadi di DPR, Jokowi
menilai semangat yang ditonjolkan bukan untuk menjaga keseimbangan
pemerintahan. Ia mencontohkan mengapa dewan tergesa-gesa mengesahkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). "Semangatnya untuk negara atau yang
lain? Saya harus blak-blakan, kelas untuk kekuasaan. Dan kekuasaan
sesaat mengejar apa, mengejar pemilihan di dewan," katanya.
Menanggapi ajakan koalisi Jokowi, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang juga anggota fraksi Partai
Demokrat, Agus Hermanto, mengatakan partainya tidak akan pernah bergabung dalam
barisan koalisi partai pendukung pemerintahan Joko Widodo. "Kami tetap
berperan sebagai penyeimbang," ujarnya, Kamis, (9/10/2014).
Hermanto
menjelaskan, Demokrat mengambil sikap tersebut agar dapat melakukan
peran pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. ""Kalau ada kebijakan
pemerintah yang sejalan dengan kepentingan rakyat, kami akan mendukung.
Jika tidak, kami akan melakukan koreksi," katanya.
Meski
demikian, sikap itu juga berlaku bagi peran yang dimainkan koalisi
partai pendukung Prabowo di parlemen. Produk legislasi yang muncul atas
inisiatif dewan akan disikapi secara kritis demi kepentingan rakyat.
"Jangan disalahartikan kami ingin bermain di dua kaki," ujarnya.
Menurut
Agus, posisi itu membuat Demokrat enggan menjalin koalisi secara
permanen dengan kubu Jokowi. Adapun keberadaan mereka bersama koalisi
Prabowo di parlemen lebih didasarkan atas platform kepentingan rakyat.
"Tidak ada kontrak politik dengan Demokrat," katanya.
Dalam
wawancara dengan Tempo, Jokowi menyatakan masih membuka peluang koalisi
sejumlah partai politik pendukung Prabowo Subianto. Koalisi bisa saja
dijalin dengan Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, Partai
Amanat Nasional dan Partai Demokrat. [tempo]
YANG PENTING BAHWA SETIAP PERSONIL YANG MENDUDUKI KURSI PEMERINTAHAN HARUS MEMILIKI KAPABILITAS, INTEGRITAS DAN REKAM JEJAKNYA CLEAR , TIDAK TERSANGKUT KASUS, APALAGI KASUS KORUPSI. JADI TIDAK PENTING DIBICARAKAN DARI PARTAI MANA ORANG TSB.
BalasHapus