Munculnya persoalan penutupan Terminal Bus Antarkota Antarprovinsi
(AKAP) Lebak Bulus, Jakarta Selatan, demi pembangunan mega proyek Mass
Rapit Transit (MRT) harus menjadi evaluasi bagi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
(Jokowi).
Cara sosialisasi dan pemikiran alternatif solusi
terhadap masalah dinilai masih jauh dari harapan untuk sebuah proyek
pembangunan jangka panjang dengan nilai besar.
Pengamat perkotaan
dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai pemerintah provinsi DKI
seharusnya yang aktif memahami warga dalam proses sosialisasi penutupan
terminal. Bukan malah sebaliknya menekankan agar warga memahami
keinginan Pemprov dengan sosialisasi yang minim.
Meski diklaim
sudah dilakukan sosialisasi sejak setahun lalu, nyatanya masih banyak
pihak yang awam. Nirwono mencermati banyak persoalan yang bakal sulit
dipahami warga seperti teknis pemindahan ke terminal alternatif.
Selain itu, perlu ada kompensasi bagi warga seperti menyediaan bus
gratis di jalan raya bila Terminal Lebak Bulus jadi ditutup. “Jangan
sampai ini menjadi kontraproduktif terhadap MRT itu sendiri," kata
Nirwono saat ditemui detikcom, Senin (6/1/2014).
Nirwono menekankan,
MRT merupakan proyek besar yang harus disertai keterlibatan masyarakat.
"Pikirkan sistem yang nyaman dan baik.
Sependapat dengan Nirwono, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azaz
Tigor Nainggolan menilai memang sudah seharusnya penutupan Terminal AKAP
Lebak Bulus ditunda dan memberikan waktu untuk berdialog kepada pihak
yang merasa dirugikan.
Dia menganggap cara sosialisasi penutupan
terkesan satu arah dan tidak menawarkan solusi terhadap semua pihak yang
punya kepentingan di Terminal Lebak Bulus.
Pasalnya, sosialisasi
yang sudah dilakukan sejauh ini hanya memprioritaskan pendekatan ke
Perusahaan Otobus (PO) terkait solusi pengalihan ke terminal lain.
Adapun selain pihak PO Bus, solusinya hampir tidak ada.
Padahal,
terminal bukan hanya PO melainkan banyak pihak seperti penjual karcis,
kios toko, dan tenaga kerja lain yang tergantung dari keberadaan
terminal.
“Model sosialisasi ini jelas kurang persiapan dan
pendekatannya tidak melihat secara menyeluruh. Cara Dinas Perhubungan
seperti ini otoriter dan modelnya aparat birokrat. Asal main paksa tanpa
dialog dan tidak ingin melayani,” kata Tigor kepada detikcom, Senin
(6/1/2014).
Kurangnya sosialisasi rencana penutupan diakui warga.
Deni, 21, calon penumpang bus AKAP mengaku baru pada Senin ia mengetahui
perihal terminal AKAP Lebak Bulus akan ditutup.
Pun dengan Sri
Wahyuni, 20, yang mengaku baru mengetahui soal penutupan pada Ahad
melalui pemberitaan di media-media."Baru kemarin tahu lihat di
berita-berita," katanya saat ditemui detikcom, Senin (6/1/2014).
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar