Kebanyakan partai politik yang ada di Indonesia masih melihat popularitas dibandingkan kompetensi dari calon presiden. Kondisi ini berbalik dengan keinginan rakyat yang selama ini menilai calon presiden dari kompetensinya.
"Partai masih melihat popularitas daripada kompetensi calon presiden, tapi kalau rakyat tidak. Masalahnya selama ini partailah yang menawarkan calonnya kepada rakyat dan itulah yang harus dipilih rakyat," kata peserta konvensi calon presiden Partai Demokrat, Anies Baswedan usai mengisi Seminar Nasional Sumber Daya Pedesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan di Gedung Sumardjito Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Selasa (26/11/2013).
Anies mengemukakan, bukti rakyat mengedepankan kompetensi dapat dilihat dari kemenangan Joko Widodo (Jokowi) saat mengikuti pilkada di Jakarta. Kemenangan Jokowi, lanjut Anies, merupakan fenomena yang menarik lantaran 4 bulan sebelum Pilkada Jakarta popularitasnya tidak sebagus Fauzi Bowo. Namun, proses kemenangan Jokowi, menurutnya, sebenarnya karena kompetensi yang dimiliki mantan Walikota Solo tersebut. Sehingga rakyat kemudian tidak ragu memilih calon pemimpinnya.
"Ketika kompetensi seorang calon tak diragukan lagi, maka saat itulah partai kemudian memberikan tempat. Kemudian partai justru yang mendorong popularitas calonnya menjadi lebih tinggi lagi," ujarnya.
Dia juga mencontohkan fenomena lain di daerah. Dalam konteks calon bupati, misalnya, ada yang berusaha berebut pengaruh dalam partai agar dicalonkan dari partai. Kondisi ini, menurutnya tidak sesuai dengan iklim demokrasi yang sebaiknya menyerahkannya melalui rakyat.
"Kalau dengan konvensi kan mendadak dibalik, sekian bulan para calon diproses dan kemudian dinilai rakyat melalui kompetensinya. Setelah itu diserahkan kepada rakyat pemilihnya, dan ini merupakan tradisi yang baik ke depannya. Sehingga dalam konteks hari ini, partai harus mulai bergeser orientasinya dalam memilih calon presiden, dari popularitas menjadi kompetensi," ucap Anies.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar