Tak bisa disangkal lagi, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
adalah tokoh yang sangat populer di negeri ini. Torehan kepopulerannya berawal ketika Jokowi, dengan penuh percaya diri, yang hanya bermodal wajah ndesonya, berkampanye
untuk memperebutkan kursi Gubernur DKI Jakarta 2012 yang lalu, semua tingkah lakunya dicatat manis dengan tinta emas bukan saja oleh warga DKI Jakarta, tetapi oleh setiap hati di negeri ini yang merindukan figur yang jujur, tegas dan tetapi sangat merakyat. Kemenangan Jokowi dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta, rupanya tak pernah menghentikan kepopulerannya.
Langkah-langkah Jokowi yang sanggup menyelesaian masalah secepat kilat (contoh kasus ketika Jokowi membuka blokir SMPN 289, yang mengingatkan kita pada kisah Umar Bin Khattab dan Yahudi Tua), kedigdayaan Jokowi mengkoordinasikan instansi-instansi di luar jangkauan kekuasaannya (contoh Departemen Perdagangan, BUMN, kopassus sampai level mabes TNI AD), memastikan seluruh rakyat (jangan pernah ada yang bercanda bertanya "Rakyat yang mana?") untuk mendudukkan Jokowi di kursi yang lebih tinggi dari yang dimilikinya saat ini.
Semakin Jokowi jauh melangkah membenahi Jakarta, semakin besar pula kecintaan rakyat negeri ini pada Jokowi, semakin besar pula harapan rakyat untuk menjadikan Jokowi sebagai gubernur dari para gubernur (baca: presiden) yang ada di negeri ini.
Para cendekiawan yang tak percaya fenomena ini telah menggelar riset ilmiahnya untuk menguji hipotesis ini, hasilnya Jokowi memang benar-benar diharapkan oleh seluruh rakyat negeri ini untuk menjadi gubernur dari para gubernur yang ada. Melihat paparan hasil survei yang ada, pihak yang merasa tersaingi oleh Jokowi pun membayar beberapa lembaga survei untuk mengotak-atik hasil survei agar tokoh mereka tidak terpojok oleh kebesaran Jokowi,. tetapi malang, direkayasa semacam apapun, dikorupsi sebesar apapun, hasil survei rekayasa mereka tetap tak dapat meredam Jokowi di bawah tokoh yang mereka usung. Sudah pusing keluar banyak uang untuk promosi/pencitraan ditambah harus membayar biaya rekayasa survei, tetap saja tak bisa mengalahkan Jokowi yang ndeso ini. Mengetahui tokohnya tersungkur lemas di kaki Jokowi, pikiran licik dan akal-akalan pun muncul. Ada yang coba meredam Jokowi dengan menagih janji kampanye Jokowi waktu Pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang intinya agar Jokowi tak mencalonkan diri di Pilpres 2014, ada yang menjanjikan ingin mengusung Jokowi di tahun 2019 (anak kecilpun tahu kalau ini sekedar bohong-bohongan, kalau sudah menang di Pilpres 2014, apa iya tak ingin menang lagi di Pilpres 2019? "Hil yang mustahal ..." kata dagelan Srimulat), ada yang tanpa rasa malu dan risih menawarkan agar Jokowi diusung lewat jalur konvensi di partainya (sudah tahu Jokowi kader setia PDIP, masih saja ngotot), bahkan ada yang tak tahu malu mengiba-iba minta Jokowi membawa tokohnya sebagai Wapres.
Elektabilitas Jokowi sudah jelas dan tak terbantahkan lagi, bukan hanya dari negeri survei saja tetapi di alam nyata pun terlihat terang bendengan, bahkan sudah mengalahkan pejabat yang ada di atas Jokowi. Hal ini terlihat ketika Jokowi dan atasanya datang bersama dalam suatu acara, yang diberi sambutan hangat justru Jokowi bukan atasan Jokowi (maaf, termasuk presiden juga).
Di sisi lain, pendukung Jokowi yang tak sabar ingin menjadikan Jokowi sebagai presiden kian membesar, mengelinding bak bola salju. Mereka tak bosan-bosannya menyerukan "Jokowi Presiden RI 2014!".
Karena belum adanya pernyataan resmi dari partai Jokowi (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, PDIP), khusunya dari Ketua Umum Megawati Sukarno Putri (mbak Mega), pendukung Jokowi menjadi kesal, ada yang yang mengolok-olok Mega, ada yang ingin menemui Mega agar Mega secara resmi menyatakan bahwa Jokowi adalah Capres PDIP 2014, ada yang malah justru menginginkan Jokowi tidak di PDIP dan menjadi Capres 2014 (entah mau pakai jalur apa).
Karena sampai saat ini belum terdengar sedikitpun tentang pencapresan Jokowi, tentu sebagian dari kita bertanya-tanya "Sebodoh itukah Mega ?". Tentu saja tidak! Jika Mega bodoh, sudah jauh hari sebelumnya Jokowi tak mau mengikuti orang bodoh dan berkata "Ra sudi!". Jika Mega tak ada niat menjadikan Jokowi Presiden RI 2014, seharusnya kita bertanya "Kenapa Mega selalu membawa Jokowi kemana-mana menjelajahi negeri ini (maaf, ada yang menyamakan Jokowi seperti ayam aduan) ?". Sekejam itukah Mega ? Tentu Tidak! Jika kejam tentu seperti sebelumnya, Jokowi akan berkata "Ra sudi!". Jokowi ikhlas kampanye dimana-mana demi PDIP, yang disadarinya sebagai landasan yang sangat kuat untuk langkah Jokowi selanjutnya, Jokowi yang cerdas tahu betul bahwa pendukung PDIP adalah pendukung ideologis (semboyan mereka "mati urip tetep PDIP").
Jokowi tahu betul kalimat-kalimat untuk menjawab pertanyaan tentang pencapresannya, Jokowi mengerti betul sifat orang Indonesia dan Jokowi tentu saja memahami betul arti pepatah "Ambil ikannya, jangan keruhkan airnya". Bayangkan saja apa yang akan terjadi, ketika ditanya "Apa Pak Jokowi mau nyapres ?" dan Jokowi menjawab " mau ... mau ... mau ... mau sekali .................". Jika Jokowi menjawab seperti itu, besok survei akan menempatkan nama Jokowi di urutan ke-2, lusa di urutan ke-3, minggu depan sebagai juru kunci dan selesai Pileg nama Jokowi hilang dari daftar survei. Ini sungguh beda jika Jokowi menjawab dengan " Ngak Mikir ... Ngak Mikir ... Ngak Mikir ... Ngak Mikir ... Ngak Mikir ...!!!!!!!!!!!!".
Di pihak lain, sebut saja Mega siang ini secara resmi mencalonkan Jokowi sebagai Capres 2014, sore harinya lawan-lawan Jokowi mengadakan Silaturahmi, besok menyatukan visi dan misi, lusa kebulatan tekad, minggu depan aksi penjegalan Jokowi dimulai dan sebelum Pileg nama Jokowi tak muncul lagi bahkan mungkin "Jokowi" sudah menjadi nama salah satu jalan diantara jalan-jalan yang menggunakan nama pahlawan.
Ucapan Jokowi "Tahun 2014 masih jauh," dan Tweet Jokowi "Jangan berhenti sebelum lelah" merupakan pesan bagi kita untuk bersabar menunggu waktunya dan tetap terus bekerja memperjuangan nasib kita, memperjuangkan keinginan kita menjadikan Jokowi sebagai presiden kita. [Prometheus]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar