Pengelolaan sampah di DKI Jakarta mulai dari penyapuan, pengumpulan di tingkat RW, hingga pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang memakan biaya yang sangat tinggi.
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ( Jokowi ) diminta untuk membubarkan swastanisasi pengelolaan sampah menjadi sistem padat karya.
"Swastanisasi pengelolaan sampah di 44 kecamatan di DKI Jakarta menimbulkan inefisiensi dan anggaran sangat sangat besar," ujar Ketua Pusat Pengkajian Jakarta (PPJ) M Taufik di Jakarta, Kamis (11/7/2013).
Menurut Taufik, swastanisasi pengelolaan sampah di Jakarta berlangsung sejak tahun 1987. Dirinya menyarankan, agar Jokowi -Ahok menerapkan sistem pengelolaan sampah dengan model padat karya.
Dengan model itu, 5 ribu hingga 10 ribu tenaga kerja dapat terserap. "Peraturan pengadaan bawang dan jasa telah dilabrak tidak sebagaimana mestinya. Perusahaan pengelola tak pernah berganti, alias hanya tender-tenderan," terangnya.
Jika ditelaah, Taufik menjelaskan, anggaran belanja Dinas Kebersihan DKI Jakarta 2013 untuk swastanisasi di 5 wilayah dan 44 kecamatan sebesar Rp 327 miliar. Dengan perincian Jakarta Pusat (8 kecamatan) Rp 58 miliar, Jakarta Utara (6 kecamatan) Rp 55 miliar, Jakarta Barat (8 kecamatan) Rp 69 miliar, Jakarta Selatan (10 kecamatan) Rp 71 miliar dan 10 kecamatan di Jakarta Timur sebesar Rp 71 miliar.
"Belum lagi dengan otoritas pengelolaan sampah kecamatan yang dimiliki untuk kawasan komersial seperti restoran, merak pun memungut biaya angkut, yang tidak masuk ke kas pendapatan Pemda," jelas Taufik.
"Swastanisasi menyebabkan kartel sampah, kemudian melemahkan kemampuan internal Dinas Kebersihan," tandasnya.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar