Suara Jokowi makin moncer. Daulat Jokowi calon presiden menyeruak. Itu
disuarakan berbagai elemen. Rakyat dan lembaga survey. Jika PDIP
mengusungnya, Jokowi ditaksir akan tampil 'tanpo tanding'. Menang
mutlak. Tapi bagaimana jika 'dipaksa' mendampingi Mbak Mega?
Jokowi
memang manusia pilihan. Sempat tersengal-sengal di awal mencalonkan
diri sebagai Wali Kota Solo, akhirnya menang mutlak di jabatan kali
kedua. Tak tanggung-tanggung, suara yang diperoleh mencapai 98%. Modal
itu yang dipakai untuk meraih jabatan Gubernur DKI.
Nama Jokowi
terus melejit. Belum genap setahun menjabat petinggi Jakarta, namanya
kini disebut sebagai calon presiden terkuat. Berbagai lembaga survei
menempatkan itu. Dan di berbagai kesempatan rakyat terus
mengelu-elukannya untuk itu.
Kekuatan Jokowi adalah konsistensi.
Dia konsisten. Punya konsep dan punya sikap, bahwa pemimpin itu
melayani. Itu ditunjukkan sejak menjabat Walikota Solo sampai kini
sebagai Gubernur DKI. Kebiasaan blusukan, merakyat,
menyelesaikan persoalan dengan pendekatan kemanusiaan diutamakan. Dan
dengan gaya 'merendah' khas Solo ternyata efektif meredam masalah.
Berkat
sikap itu nama Jokowi bergema di mana-mana. Popularitas Prabowo yang
unggul sebelumnya dibabat, juga Sang Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Di Bandung dan Jawa Tengah terikrar Barisan Relawan Jokowi Presiden yang
entah inisatif siapa. Malah mendekati konvensi Partai Demokrat, Jokowi
juga dimintakan ikut diundang sebagai salah satu peserta.
Menyikapi
tingginya 'permintaan' agar Jokowi maju sebagai capres itu tidak
ditanggapi serius. Jokowi tetap merendah. Kalimat 'jangan
memanas-manasi', 'yang mau jadi presiden itu siapa', atau 'terserah Bu
Mega' adalah luncuran kata menjawab berbagai keinginan itu. Jokowi belum
melontarkan jawaban 'ya' atau 'tidak'.
Tapi jangan dikira Jokowi
tidak tahu potensinya itu. Jokowi juga jangan anggap tidak punya ambisi
untuk melangkah ke RI-1. Sebab dia tahu posisinya yang ada di
persimpangan jalan. Sebagai kader PDIP, karirnya tergantung partai.
Maju-tidaknya dia nyapres ditentukan PDIP. Sisi lain, yang mbaurekso
partai ini, Megawati Soekarnoputri, 'belum rela' merekomendasi. Ingat
saat Jokowi disuruh membaca 'puisi' Mbak Mega, yang tersirat capres PDIP
itu adalah tetap Megawati Soekarnoputri.
Suara Jokowi yang
semakin kinclong itu sebenarnya bak pedang bermata dua untuk PDIP,
terutama bagi ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri. Jika ingin
'membunuh' Jokowi, Mbak Mega gampang melakukan itu. Tampilkan Jokowi
sebagai cawapres mendampinginya, itu jaminan popularitas Jokowi akan
'mbleret', suram.
Saya bukan anti Mbak Mega. Tapi lihat fakta
yang ada. Sejak habis memerintah, pendukung PDIP tidak kunjung menaik.
Itu bukan faktor partainya, tapi lebih condong pada personifikasi ketua
umumnya. Pendukung Mbak Mega terbanyak kalangan tua dengan kultus Bung
Karno, ketika memerintah tidak banyak yang dilakukan, termasuk
meluruskan kasus internal 'Kuda Tuli', adalah sebagian penyebab stagnasi
partai ini. Selain, tentu, sikap tidak familiar Mbak Mega terhadap
lawan-lawan politiknya.
Kini PDIP beruntung punya Jokowi. Dia
gambaran riil partai ini, partainya wong cilik. Jika PDIP (Mbak Mega)
cerdas, Jokowi akan menjadi Kuda Troya. Dia akan membawa PDIP meraih
suara mayoritas. Jangan lagi hanya 20% sebagai syarat Presidential
Treshold, 30% suara pun diyakini akan mampu diperoleh PDIP. Syaratnya,
capreskan Jokowi, dan jaga jangan sampai sikap proletarnya itu luntur.
Menurut
keyakinan saya, Capres Jokowi akan menang. Tidak berpengaruh siapa saja
yang akan mendampinginya. Entah itu Puan Maharani, Pramono Anung,
Dahlan Iskan, Mahfud MD, Djoko Santoso atau Akbar Tanjung. Suara
pendukung Gubernur DKI ini akan tetap tinggi. Itu karena penantang yang
lain terlalu transparan bopeng-bopengnya.
Tapi itu semua
tergantung PDIP (Mbak Mega). Sebab dalam politik, tidak ada kawan atau
lawan abadi. Dengan begitu, bisa saja dalam konteks ini berlaku asas homo homini lupus. Soal kuasa, semuanya adalah lawan. Adakah begitu di tubuh PDIP ini?
Kita
tunggu PDIP cerdas atau 'kethul', melakukan blunder. Mengkubisasi
kader, menurunkan elektabilitas partai, atau dengan brillian
memanfaatkan potensi itu untuk kejayaan banteng moncong putih.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar