Supradi Kertamenawi, mantan anak buah Joko Widodo (Jokowi) semasa menjadi wali kota Solo yang pernah menantang Jokowi sebagai walikota Solo pada tahun 2010 berpasangan dengan Edy Wirabhumi, menyebut mantan atasannya tak sesukses yang diomongkan banyak pihak sewaktu memimpin Kota Bengawan. Supradi yang menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) tahun 2009-2010 mengatakan, tak banyak yang dilakukan Jokowi saat menjadi wali kota.
Bahkan pria yang saat ini menjadi pendukung Prabowo-Hatta tersebut mengatakan, banyak program-program Jokowi yang saat ini mangkrak. Misalnya, pembangunan beberapa taman, seperti Sekar Taji, Terminal Tirtonadi, City Walk yang semrawut, Railbus, Pasar tradisional, dan lain-lain.
"Kalau pemindahan ribuan PKL Banjarsari ke Pasar Notoharjo itu kan peran Pak Rudy (wakil wali kota saat itu). Kemudian juga adanya bantuan modal dari Kementerian Koperasi pada tiap PKL sebesar Rp 5 juta. Itu yang membuat pemindahan PKL lancar," ujar Supradi, saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6/2014).
Supradi mengetahui hal tersebut karena saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi saat itu. Menurut Supradi keberhasilan pemindahan PKL tersebut telah membuat nama Jokowi menjadi terkenal. Namun sayangnya, lanjut Supradi, keberhasilan tersebut menjadi tunggangan Jokowi untuk menjadi gubernur dan presiden.
Supradi menyayangkan saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui kinerja Jokowi sebenarnya di Solo. Padahal beberapa bangunan hingga saat ini masih mangkrak. Banyak kios di pasar tradisional yang dibiarkan kosong. Sementara kemiskinan di Solo, juga masih tinggi.
"Keberhasilannya di mana, lihat saja Terminal Tirtonadi, taman Sekar Taji, City walk, kios pasar kosong, masih banyak yang lainnya. Tingkat kemiskinan di Solo selalu naik, waktu zamannya dia. Sukses dari mana?," tandasnya.
Supradi mengaku tak mempunyai permasalahan apapun dengan Jokowi. Waktu menjadi anak buahnya di Pemkot Solo, dirinya mengaku juga tak pernah ada permasalahan.
"Penilaian saya obyektif, saya hanya bicara fakta. Pak Jokowi belum pantas memimpin Indonesia. Kita butuh pemimpin yang tegas, cerdas, dan bisa mengayomi bangsa," pungkasnya.
Esemka Jadi Kendaraan Politik
Supradi bahkan terang-terangan menyebut, mantan bosnya tersebut sengaja
menggunakan Esemka sebagai kendaraan politik untuk menuju ibu kota.
Setelah tercapai tujuannya, menjadi gubernur, Jokowi tak peduli lagi
dengan nasib Esemka. Mobil berpelat merah AD 1 A, dan AD 2 A pun saat
ini hanya menjadi pajangan di Solo Tecno Park (STP), tempat produksi
Esemka.
"Jelas Esemka itu hanya sebagai tunggangan. Menurut kami,
Esemka itu kan sebuah lembaga pendidikan, lembaga pengetahuan. Kalau
dia mau bikin mobil kan seharusnya bikin tempat produksi. Kalau STP
sekarang dibikin sebagai tempat produksi, namanya itu nyalahi pakem
(aturan)," ujar Supradi, saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu
(22/6/2014).
Supradi mengaku kecewa, karena banyak program-program
yang selama ini hanya dimanfaatkan Jokowi sebagai kendaraan politik.
Kekecewaan juga disampaikan warga Solo lainnya. Fitrah (32), warga
Kauman mengatakan dirinya dan warga Solo berharap banyak pada mobil
Esemka. Ke depan, menurut Fitrah Esemka akan menjadi mobil nasional yang
membanggakan, tak hanya untuk warga Solo, tapi juga rakyat Indonesia.
"Mobil
Esemka itu sebenarnya langkah awal yang bagus, untuk menciptakan mobil
nasional. Namun kalau sekarang tidak jelas, mangkrak, kita semua tentu
kecewa. Kita harus mulai dari nol lagi. Harapan saya mobil Esemka akan
dibangkitkan lagi dan diproduksi lagi dengan melibatkan siswa-siswa
SMK," pungkasnya. [merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar