Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) terus digadang-gadang sebagai calon presiden (capres) yang ideal. Jokowi diyakini mampu menjawab berbagai tantangan dan persoalan yang akan dihadapi Indonesia kemudian hari.
Menurut Dosen Hubungan Internasional Bina Nusantara, Donatus Klaudius Marut, Jokowi memiliki modal dan potensi besar untuk membawa perubahan bagi Indonesia.
Dikatakan, kelebihan Jokowi dibanding calon lainnya adalah gaya kepemimpinannya yang orisinal. Selain itu, yang lebih penting, Jokowi mau mendengar dan mengambil keputusan secara tepat, tegas, dan konsekuen.
"Dia mau mendengar berbagai pihak, tapi mampu ambil keputusan sendiri. Dengan modal itu, apapun tantangannya, Jokowi pasti bisa menyelesaikan, karena dia yang tetap memiliki kekuasan," kata Don Marut dalam Diskusi 'Membentuk Indonesia Pascapemilu 2014: Tantangan dan Agenda', di Kantor Seknas Jokowi, Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2014).
Terkait dengan kekhawatiran ketidakstabilan akibat hiruk pikuk dunia politik Indonesia, Don menyatakan untuk mengatasi hal itu diperlukan dukungan yang penuh dari partai pengusung.
Jika dukungan partai di legislatif tidak cukup, Don mengungkapkan, Jokowi dapat memanfaatkan dukungan ekstra parlementer atau dukungan dari masyarakat sipil.
"Dukungan ekstra parlementer ini untuk memback-up jika setelah menjadi presiden Jokowi dihadapkan pada tingkah elite yang berupaya menjatuhkannya," papar Don.
Menurut Don, dukungan ekstra parlementer ini tidak harus pengerahan massa. Dengan merangkul kelompok-kelompok masyarakat sipil seperti akademisi, pengusaha, dan elemen lainnya, Jokowi dapat memiliki nilai tawar yang tinggi terhadap partai atau elite yang ingin menjatuhkannya.
"Di banyak negara seperti Kanada misalnya, dengan dukungan partai yang tidak lebih dari lima persen, presiden tetap mampu menjalankan roda pemerintah karena didukung pengusaha," paparnya.
Diberitakan, Don menyebutkan persoalan utama yang harus diselesaikan presiden terpilih agar Indonesia dapat keluar dari karut marut dan menjadi negara yang diperhitungkan, antara lain kebijakan ekonomi saat ini masih menilik pada perjanjian Letter of Intens dengan lembaga International Monetary Foundation (IMF).
Padahal sejak 2006 atau tujuh tahun lalu, Indonesia telah memenuhi berbagai kewajiban yang dituntut lembaga keuangan internasional tersebut.
"Kebijakan ekonomi dari tahun 1998 sampai saat ini masih merujuk perjanjian dengan IMF, padahal kita sudah putus dan seharusnya sudah tidak berlaku. Indonesia punya peluang untuk menentukan sendiri kebijakan ekonomi nasionalnya," katanya.
Dikatakan Don, IMF masih menjadi rujukan lantaran para pemimpin terutama dalam bidang ekonomi tidak memiliki visi dan inovasi dalam memajukan negara.
Bahkan, Don menyebut orang-orang yang ada dalam pemerintahan saat ini sudah lama menjadi kaki tangan IMF.
"Presiden yang terpilih nanti harus pelajari perjanjian-perjanjian bilateral maupun multilateral dengan negara lain atau lembaga dunia, supaya bisa menyusun kemandirian ekonomi. Posisi Indonesia saat ini lebih superior," jelas Don.
Tantangan lain Presiden Indonesia mendatang, kata Don, mengenai lumpuhnya pemerintah saat ini. Dikatakan, pemerintah saat ini mengalami stereosis atau penyakit yang membuat saraf tidak dapat menggerakan tubuh. Hal itu terlihat jelas saat kisruh kenaikan harga elpiji 12 kg lalu.
"Mana mungkin Menko Perekonomian, Menteri Keuangan atau Menteri Energi dan Sumber Daya mineral tidak tahu. Itu aneh," katanya.
Untuk itu, kata Don, presiden mendatang harus mampu menggerakan seluruh elemen pemerintahan agar dapat berjalan selaras.
Dalam kaitan dengan ekonomi misalnya, Don menyatakan, presiden harus mampu mengembalikan fungsi dan kerja menteri koordinator perekonomian agar mampu mengarahkan menteri-menteri teknis.
"Sekarang bagaimana menggerakkan pemerintah yang juga tidak berfungsi. Yang dibutuhkan leadership untuk mengembalikan peranan menteri koordinator yang bertugas meyakinkan semua kementerian bekerja secara sinkron. Jangan ada lagi, menteri yang satu saling menyalahkan dengaan menteri yang lain, atau pemerintah pusat menyalahkan pemerintah daerah," jelasnya.
Selanjutnya, tambah Don, permasalahan Indonesia adalah desentralisasi. Don tidak menutup mata perubahan ke arah lebih baik yang terjadi pascaotonomi daerah dijalankan. Namun, pemerintah pusat seharusnya turut terlibat dalam berbagai kebijakan itu.
"Desentralisasi ini harus diakui memiliki dampak besar, tapi saat ini hanya tergantung pemimpin di daerah. Pembangunan nasional harus dicocokkan dan disinergikan agar terjadi pemerataan dan percepatan pembangunan di setiap daerah," paparnya.
Persoalan lain yang tidak kalah penting adalah mengembalikan peran sentral Indonesia dalam hubungan dengan negara lain. Dikatakan, Indonesia harus mengambil berbagai kesempatan dan peran agar tidak dipandang rendah oleh negara lain.
"Posisi Indonesia nanti harus semakin kuat. Dengan menginisiasi berbagai forum Internasional, Indonesia akan memiliki keuntungan besar," ungkapnya.
Modal utama untuk menjawab berbagai tantangan dan persoalan itu, kata Don, yang diperlukan pemimpinan yang mandiri, dan orisinal.
Selain itu, yang terpenting presiden Indonesia mendatang, harus mau mendengar berbagai persoalan, namun memiliki ketegasan dalam mengambil kebijakan.
"Dia harus mendengar, tapi keputusan harus dibuat sendiri dan konsiten menjalankan keputusan itu," katanya.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar