Cerita tentang adanya kader partai yang melobi rekannya di sebuah
jabatan eksekutif tentu bukan barang baru. Tak sedikit partai yang
kemudian berusaha mengambil keuntungan dari kadernya yang menjabat
sebagai kepala daerah atau jabatan politik lainnya.
Pekan ini
kisah pelobi politik itu ramai diperbincangkan setelah diungkapkan
kembali oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Ahok mengaku pada awal menjabat ada kader partai
yang melobi dia agar menempatkan seseorang di sebuah jabatan strategis.
Seperti direksi di sebuah perusahaan daerah atau jabatan politis
lainnya.
Ahok mengaku tak pernah meladeni permintaan kawan
separtainya untuk ‘main mata’. Itu sebabnya, seingat dia jumlah orang
yang coba-coba melobi pun tak banyak.
“Dia coba dulu sekali dua kali, kalau itu kami tolak sudah kapok kan. sebenarnya sederhana saja, makanya dari pertama enggak boleh dilakukan kesalahan,” kata Ahok di kantornya Selasa (3/12/2013).
Prinsipnya menurut Ahok, konstitusi harus lebih diutamakan daripada
konstituen. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pun memiliki sikap
serupa dengan sang wakil. Mereka berdua menolak praktik titip menitip
jabatan.
“Saya kasih tau kan, Pak Jokowi bilang, kalau dia
nitip-nitip lewat partai misalnya mau jadi BUMD atau kepala dinas, ya
sudah dicoret saja. Mau jadi kepala dinas dan BUMD saja pakai
beking-bekingan, itu kan tidak percaya diri, mau apa lagi. Jadi pak
Jokowi juga sama, malah didiemin, enggak mau ketemu lagi,” kata Ahok sambil tertawa.
Selain
tak mau mengakomodir kepentingan kawan separtainya dalam hal titip
menitip, Ahok juga mengaku sering menghadapi dilema. Bersama Jokowi dia
harus memilih antara mendukung kebijakan Pemerintah Daerah atau
kepentingan Partai Gerakan Indonesia Raya.
Ahok mengaku pernah
berseberangan dengan rekannya di partai Gerindra, terutama ketika Jokowi
mengetuk kebijakan tak populis. Namun suami dari Veronika itu
memastikan jika ada perbedaan kepentingan, ia akan tetap memilih
mendukung kebijakan Jokowi.
“Dulu sempat waktu kami mau
membersihkan waduk pluit, ada oknum pengurus (partai) yang pasang
bendera, taruh ambulan Gerindra, poster dan membela-bela yang di Waduk
Pluit. Ya tetap saja kami sikat,” kata Ahok.
Akibat ketegasannya
itu, tak jarang ia jadi sasaran amarah pengurus partainya sendiri,
Gerindra. Ada yang meneleponnya atau mengirim sms, bahkan ada juga yang blak-blakan menyerang Ahok lewat media massa.
“Ada, saya tahu orangnya kok. Dia sms ‘kalau Ahok tidak bela rakyat kecil, Ahok bisa dipecat’. Jadi saya dianggap tidak membela rakyat kecil,” katanya.
Ancaman
tersebut tak membuat nyali ayah tiga anak itu menciut. Menurut Ahok,
orang yang mengirim SMS tersebut tidak mewakili Partai Gerindra. “Wong yang lainnnya saja enggak ribut. Mulai dari Pembina saja, Pak Prabowo sepakat bersihkan Waduk Pluit,” papar Ahok.
Ketua
Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra DKI Jakarta Muhammad Taufik
mengaku tidak tahu adanya anggota partai yang berseteru dengan Ahok saat
relokasi warga di bantaran Waduk Pluit.
Taufik menegaskan bahwa
partainya selalu mendukung Ahok sekalipun kebijakan yang diambil tidak
populis untuk kepentingan Partai Gerindra.
“Apa yang dilakukan Ahok silahkan selama itu untuk kebaikan. Saya sebagai ketua DPD DKI yang usung Ahok enggak
pernah itu (bertentangan),” ujarnya . Taufik mengklaim, pihaknya justru
pasang badan untuk Ahok ketika ada resistensi dari masyarakat di Waduk
Pluit dan Tanah Abang.
“Kami enggak ada masalah, bisa
anda bayangkan ketika ada kasus Tanah Abang dan Waduk Pluit kita juga
ikut jelaskan kepada publik. Kebijakan ini bagus untuk kepentingan
masyarakat tapi hak-hak publik juga harus tetap dihormati,” katanya.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar