Keputusan Jokowi mengenai persetujuan pembangunan enam ruas jalan tol
menuai kritik. Keputusan ini bertentangan dengan program pemerintah
tentang penghematan bahan bakar minyak. Persetujuan pembangunan enam
ruas jalan tol ini justru semakin mendorong orang menggunakan mobil.
Persetujuan
Jokowi yang ingin memaksimalkan jalan itu sebagai jalan angkutan massal
tidak mungkin. Jika hanya dilewati penumpang bisa dilakukan, tetapi
tidak bisa untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
"Jalan itu
nanti terdiri dari tiga lajur, lalu di mana naik-turunnya penumpang
dilakukan? Apakah hanya satu arah," kata Direktur Eksekutif Institut
Studi Transportasi Darmaningtyas, Kamis (10/1/2013), di Jakarta.
Dia
khawatir keputusan ini akan berdampak pada semakin parahnya kemacetan
di Ibu Kota. Rencana awalnya, enam ruas jalan tol ini dilengkapi dengan
17 titik keluar-masuknya kendaraan. Di seluruh titik tersebut akan
muncul pusat kepadatan kendaraan baru. "Ini kekonyolan yang harus
ditolak demi kepentingan warga Jakarta," katanya.
Dia berpendapat
jika ingin mengurai kemacetan, yang harus dibangun adalah angkutan
massal. Membangun enam ruas jalan tol dalam kota belum tentu dapat
mengurai kemacetan yang selama ini sudah merepotkan warga.
Menurut
Darmaningtyas, Jokowi belum banyak mendengarkan para pakar transportasi
dari beragam latar belakang. Dia khawatir keputusan ini terjadi bukan
karena pertimbangan ilmiah untuk mengurai kemacetan, melainkan karena
sebab lain di luar hal tersebut. "Semoga kekhawatiran saya tidak benar,"
kata Darmaningtyas.
Sumber :
megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar