Indonesia Corruption Watch (ICW) cukup puas terhadap kepemimpinan
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja
Purnama. Hal itu berkaitan dengan jaminan keterbukaan informasi dan
transparansi pengelolaan anggaran, termasuk di seluruh sekolah di
Jakarta.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri
Hendri mengatakan, keseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta nampak
dari respons cepat dan jaminan yang diberikan Basuki akan kemudahan
memeroleh informasi pengelolaan anggaran di sekolah. Pada Kamis
(10/1/2013) sore, ICW bersama perwakilan beberapa orangtua siswa menemui
Basuki di Balaikota Jakarta untuk mengadukan sulitnya memeroleh
informasi pengelolaan anggaran di lima sekolah negeri.
"Tadi Pak
Wagub bilang akan memerintahkan semua sekolah untuk terbuka, mulai dari
kwitansi sampai rancangan anggaran sekolah," kata Febri di Balaikota
Jakarta.
Febri mengatakan, permintaan serupa pernah disampaikan
kepada Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur DKI sebelum Jokowi. Namun hal
itu tak pernah ada sambutan positif dan semua sekolah masih tidak
transparan terkait pengelolaan anggarannya. "Ini cukup baik karena
kasusnya sudah lama banget dan sebelumnya enggak seperti ini. Sekolah
harus terbuka karena biasanya penyelewengan terjadi di-mark up kwitansi," ujarnya.
Kasus
ini bermula sejak awal 2011. Saat itu ICW bersama sejumlah orangtua
siswa yang tergabung dalam Aliansi Orangtua Murid Peduli Pendidikan
Indonesia (APPI) melaporkan dugaan maladministrasi yang dilakukan Kepala
Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan lima kepala SMP negeri ke Ombudsman
RI. Lima kepala SMP negeri Jakarta yang turut dilaporkan adalah Kepala
SMPN 190, SMPN 95, SMPN 84, SMPN 67, dan SMPN 28. Dugaan
maladministrasi tersebut terkait tidak dilaksanakannya putusan Majelis
Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) yang memerintahkan Kepala Dinas
Pendidikan DKI Jakarta dan lima kepala SMP negeri untuk menyerahkan
kwitansi dan salinan surat pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana
Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Biaya Operasional Pendidikan (BOP)
periode 2007-2009 kepada ICW.
Dalam penjelasan yang diterima ICW,
waktu itu Pemprov DKI Jakarta, terutama Kepala Dinas Pendidikan, masih
bersikukuh bahwa kwitansi dan SPJ merupakan informasi yang dikecualikan
dan hanya dapat diberikan kepada lembaga berwenang, yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut ICW, tidak diserahkannya dokumen ini mengakibatkan kerugian
bagi ICW dan perwakilan masyarakat karena tidak memeroleh material untuk
melakukan investigasi. Selain itu, pengelola tempat kegiatan belajar
mengajar (TKBM) juga mengalami kerugian karena tidak mengetahui
penggunaan dana BOS dan BOP. Oleh karenanya, ICW bersama APPI
merekomendasikan Ombudsman untuk meminta penjelasan dari Kepala Dinas
Pendidikan DKI Jakarta beserta lima kepala SMP yang dimaksud. Meskipun
demikian, SPJ penggunaan dana BOS dan BOP belum juga diberikan sampai
hari ini karena.
Gerah dengan kondisi tersebut, ICW mengajukan
surat permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Selasa (4/9/2012). Surat permohonan eksekusi berdasarkan
putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) No. 006/VII/KIP- PS-M-A/2010
tersebut diajukan ICW bersama dengan kuasa hukum David Tobing pertama
kalinya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dinas Pendidikan dan
sekolah tidak bersedia memberikan informasi itu, padahal menurut
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, dengan adanya keterbukaan informasi
publik, mereka berkewajiban memberikan salinan dokumen-dokumen yang
dimaksud. Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan MA Nomor 12 Tahun
2011 soal tata cara penyelesaian sengketa informasi publik di
pengadilan. Pasal 12 ayat 1 dalam peraturan itu menyatakan, "Putusan
Komisi Informasi yang berkekuatan hukum tetap dapat dimintakan penetapan
eksekusi kepada Ketua Pengadilan yang berwenang oleh Pemohon
Informasi."
Sumber :
megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar