Peneliti Lembaga Survei Indonesia
(LSI) Adjie Alfaraby mengemukakan harus diakui bahwa berdasarkan tren
survei, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) adalah vote getter paling potensial di pemilu 2014 mendatang. Vote getter itu baik sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres).
"Jadi bukan hanya sebagai capres saja. Trennya seperti Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2004 dan 2009. Jika Jokowi benar
dicapreskan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) maka ada kecenderungan PDI-P mendapat berkah
elektabilitas Jokowi," kata Adjie di Jakarta, Jumat (20/9/2013).
Namun ia menegaskan keputusan yang masih gamang dari PDI-P soal
pencapresan Jokowi juga menjadi keraguan publik. Jika penetapan capres
PDI-P pasca pemilu legislatif,maka PDI-P tidak akan maksimal memperoleh
'Jokowi effect'.
Mengenai Partai Golkar (PG), dia menjelaskan gejolak yang terjadi di
internal PG saat ini adalah dinamika internal yang biasa terjadi di
Golkar. Sejak Pemilu 2004 maupun 2009, Golkar selalu tidak solid dalam
pencapresan. Alasannya, di Golkar, menang-kalah di pemilu juga terkait
posisi ketua umum yang selalu ada persaingan di internal. Selain itu,
Golkar selalu ingin jadi partai yang ikut berkuasa.
"Jadi selalu ada faksi yang akan bermanuver untuk mendukung calon
kuat jika calon itu berasal dari luar Golkar. Namun menurut saya sulit
kita membayangkan adanya koalisi secara institusi tiga partai besar
yaitu Golkar, Demokrat, dan PDI-P karena masing-masing sudah punya
capres," ujarnya.
"Yang akan terjadi adalah koalisi sebagian elite di partai itu dengan
partai yang lain. Misalkan Ketua Umum PG Aburizal Bakrie (ARB) yang
mendukung SBY 2009 dan tak mendukung Jusuf Kalla (JK). Atau faksi JK
yang memilih berkoalisi dengan demokrat dan SBY di tahun 2004 dan tak
mendukung Wiranto," tuturnya.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar