Lampu hijau yang diberikan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi)
terhadap rencana pembangunan enam ruas jalan tol diragukan. Karena
program itu dianggap tidak sejalan dengan kemauan dan program yang
selama ini telah dijabarkan kepada masyarakat.
‘’Bukan hanya tak
prioritas, tapi proyek jalan tol itu tidak etis. Saya masih yakin
Jokowi setuju dengan itu,’’ kata pengamat kebijakan publik, Andrinof
Chaniago ketika dihubungi, Ahad (13/1).
Menurutnya, pembangunan
jalan tol bukan menjadi jawaban dari kemacetan yang terjadi di Jakarta.
Karena, yang dibutuhkan masyarakat ibukota bukan jalan tol. Melainkan
jalan umum. Makanya, ia mendorong agar sebaiknya Jokowi menolak rencana
pembangunan jalan tol tersebut.
Kalau pun berjalan, jelas dia,
sebaiknya hanya dua ruas jalan. Yaitu jalur Semanan-Sunter sepanjang
17,88 kilometer dan koridor Sunter-Bekasi Raya sepanjang 11 kilometer.
Dua ruas ini masih bisa diterima pembangunannya karena bukan jalan tol
dalam kota. ‘’Dua itu bukan tol dalam kota yang melintasi Jakarta. Tapi
hanya penyambung supaya angkutan bukan ke Jakarta bisa lebih lancar.
Sementara yang empat itu aneh,’’ jelas dia.
Ia mengakui kalau
Jakarta memang kekuarangan jalan. Hanya saja yang dibutuhkan itu jalan
umum, bukan jalan tol. Itu pun karena kegagalan pemerintah terdahulu
dalam menggunakan anggaran untuk penambahan jalan. Ini yang membuat
kesenjangan antara jalan dan jumlah kendaraan di Jakarta terus
meningkat.
‘’Gap makin lebar karena Pemda DKI tidak menjalankan
kewajibannya menambah jalan dalam jumlah yang wajar. Kalau pertumbuhan
0,01 persen per tahun itu sangat tidak wajar,’’ tegas Andrinof.
Ia
pun tidak sepakat ketika masyarakat yang kemudian diberikan beban untuk
jalan tersebut. Karena dengan jalan tol, setiap pengguna harus membayar
untuk bisa lewat. Sehingga pada akhirnya hanya memberikan keuntungan
bagi para pengusaha.
Andrinof menilai hal itu sebagai pilihan
yang tidak adil bagi masyarakat. Makanya, kalau memang harus ada
penambahan jalan, maka harus berupa jalan umum. Termasuk juga
meningkatkan jumlah underpass atau fly over untuk melancarkan arus lalu
lintas. Serta memperbaiki dan meningkatkan transportasi massal.
‘’Itu
melukai rakyat. Selama ini uang rakyat ditampung dari pajak kendaraan
bermotor lalu tidak dikembalikan untuk menambah jalan. Sekarang
kemacetan parah dan rakyat disuruh untuk membangun jalan. Itu sangat
tidak etik,’’ ujar dia.
Sebagai solusi, ia menyarankan agar
Pemerintah Kota DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintah pusat.
Keduanya kemudian bersama-sama mencicil pembangunan jalan umum.
Pemerintah pusat dilibatkan karena Jakarta merupakan ibukota negara.
‘’Dicicil, bikin saja dua ruas dulu, jadi tidak harus diproyek. Tidak harus dibisniskan,’’ ungkap Andrinof.
Sumber :
www.republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar