Sebelum memulai tulisan ini, saya ingin menegaskan bahwa
kesamaan kalimat atau mungkin juga ide bukan sesuatu yang disengaja. Ya,
karena yang akan saya bahas adalah Jokowi, seorang pemimpin lokal yang
menjelma menjadi pemimpin nasional.
Sejak 2012 hingga sekarang, media terus menyoroti kiprah dan keunikan Jokowi dalam memimpin Kota Solo dan sekarang Provinsi DKI Jakarta. Buku, artikel, berita, hingga blog, saya yakin tidak akan pernah berhenti setiap harinya untuk membahas pemimpin Jakarta ini.
Kenyataan di atas kemudian memberikan saya kesimpulan bahwa Indonesia masih kekurangan seorang pemimpin yang diterima dan mempunyai prestasi tersendiri bagi pengikutnya. Oleh karena itu, Jokowi tidak perlu didorong untuk menjadi presiden pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Saya memberikan dua alasan untuk pernyataan tersebut.
Kepemimpinan dan Pengembangan diri orang lain
John C Maxwell dalam bukunya 5th Level of Leadership menceritakan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu meningkatkan proses dalam organisasi yang ia emban. Kalaulah seorang pemimpin telah memberikan pembelajaran dan pengaruh yang besar terhadap pemimpin di bawahnya (dan demikian seterusnya digulirkan kepada bawahannya), maka ia sukses menjadi pemimpin.
Jadi, saya pribadi percaya, menjadi seorang pemimpin adalah proses yang terus berkembang, tidak berhenti pada kesuksesan dalam menjalankan sesuatu. Ia kemudian haruslah melakukan “investasi” kepada orang/kelompok yang kelak akan menggantikannya.
Soekarno misalnya, ide Marhaen dan Pancasila yang ia lahirkan memberikan inspirasi kepada anak dan pemimpin nasional lainnya untuk menjalankan hal yang serupa. Dalam pleidoi Indonesia Menggugat yang ia bacakan di Pengadilan Bandung, menunjukkan pembelajaran politik kepada banyak orang adalah sesuatu yang harus dilakukan demi melepaskan diri belenggu penjajahan.
Jokowi sukses menjadikan Solo sebagai kota yang tertib, kemudian melakukan pembenahan pedagang kaki lima (PKL) Tanah Abang, dan ada beberapa hal yang telah dilakukannya setelah dipercaya menjadi gubernur.
Hanya saja saya pribadi ingin melihat bahwa “investasi pemimpin” adalah sesuatu yang harus dipenuhi Jokowi, sebelum menjadi presiden, karena dengan demikian bisa dikatakan ia sudah menyelesaikan 50 persen permasalahan negara ini, yaitu krisis kepemimpinan. Ia bisa melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang akan dipercaya masyarakat, bisa datang dari bawahannya atau masyarakat yang kemudian secara langsung ia bina.
Sistem Politik yang Belum Dewasa
Ketika berbicara sistem, tentu kita berbicara tentang partai politik (parpol), pembelajaran politik, dan peran lembaga legislatif dalam kebijakan pemerintah yang saling terkait. Lihat bagaimana Jokowi menjadi juru kampanye pada pemilihan gubernur di Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, hingga pemilihan wali kota Tangerang.
Bagi partai politik mungkin sah saja untuk “menjual” kesuksesan Jokowi sebagai cara kampanye kepala daerah. Hanya saja kejadian ini bisa menyampaikan pesan yang salah kepada masyarakat nonpartisan yang mendukung aksi Jokowi selama ini. Jokowi bukanlah artis dangdut yang kerap didatangkan oleh para calon kepala daerah yang maju dalam pemilihan kepala daerah dengan tujuan mengumpulkan massa. Begitu juga kehadiran Jokowi, tentunya tidak akan berpengaruh jika prestasi/kontribusi calon kepala daerah tersebut memang belum dirasakan masyarakat sekitar.
Kritik dan pandangan sinis dari DPRD DKI melalui rencana menggunakan hal interpelasi atas kartu Jakarta Sehat, penundaan pengesahan APBD, hingga kasus Ahok dengan Fraksi PPP terkait “etika” merupakan beberapa tantangan yang mesti dihadapi Jokowi saat menjadi gubernur Jakarta. Tidak mudah menanganinya jika melihat ia hanya mempunyai 2 partai politik pendukung di parlemen (PDIP dan Gerindra) dengan kurun waktu yang kurang dari 1 tahun. Foke yang kariernya berangkat dari sekretaris daerah, wakil gubernur, hingga gubernur, dianggap gagal oleh warga Jakarta, dan sekarang dengan situasi politik yang terjadi di DPRD DKI tentu menuntut kerja keras dan konsentrasi Jokowi untuk menjalankan program yang telah disusun, termasuk program besar mengenai transportasi massal di Jakarta.
Dari kedua alasan di atas, saya berpendapat bahwa sosok kepemimpinan Jokowi masih sangat dibutuhkan untuk menangani Kota Jakarta yang kerap disebut sebagai jendela Indonesia.
Sumber :
beritasatu.com
Sejak 2012 hingga sekarang, media terus menyoroti kiprah dan keunikan Jokowi dalam memimpin Kota Solo dan sekarang Provinsi DKI Jakarta. Buku, artikel, berita, hingga blog, saya yakin tidak akan pernah berhenti setiap harinya untuk membahas pemimpin Jakarta ini.
Kenyataan di atas kemudian memberikan saya kesimpulan bahwa Indonesia masih kekurangan seorang pemimpin yang diterima dan mempunyai prestasi tersendiri bagi pengikutnya. Oleh karena itu, Jokowi tidak perlu didorong untuk menjadi presiden pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014. Saya memberikan dua alasan untuk pernyataan tersebut.
Kepemimpinan dan Pengembangan diri orang lain
John C Maxwell dalam bukunya 5th Level of Leadership menceritakan pemimpin yang baik adalah pemimpin yang selalu meningkatkan proses dalam organisasi yang ia emban. Kalaulah seorang pemimpin telah memberikan pembelajaran dan pengaruh yang besar terhadap pemimpin di bawahnya (dan demikian seterusnya digulirkan kepada bawahannya), maka ia sukses menjadi pemimpin.
Jadi, saya pribadi percaya, menjadi seorang pemimpin adalah proses yang terus berkembang, tidak berhenti pada kesuksesan dalam menjalankan sesuatu. Ia kemudian haruslah melakukan “investasi” kepada orang/kelompok yang kelak akan menggantikannya.
Soekarno misalnya, ide Marhaen dan Pancasila yang ia lahirkan memberikan inspirasi kepada anak dan pemimpin nasional lainnya untuk menjalankan hal yang serupa. Dalam pleidoi Indonesia Menggugat yang ia bacakan di Pengadilan Bandung, menunjukkan pembelajaran politik kepada banyak orang adalah sesuatu yang harus dilakukan demi melepaskan diri belenggu penjajahan.
Jokowi sukses menjadikan Solo sebagai kota yang tertib, kemudian melakukan pembenahan pedagang kaki lima (PKL) Tanah Abang, dan ada beberapa hal yang telah dilakukannya setelah dipercaya menjadi gubernur.
Hanya saja saya pribadi ingin melihat bahwa “investasi pemimpin” adalah sesuatu yang harus dipenuhi Jokowi, sebelum menjadi presiden, karena dengan demikian bisa dikatakan ia sudah menyelesaikan 50 persen permasalahan negara ini, yaitu krisis kepemimpinan. Ia bisa melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang akan dipercaya masyarakat, bisa datang dari bawahannya atau masyarakat yang kemudian secara langsung ia bina.
Sistem Politik yang Belum Dewasa
Ketika berbicara sistem, tentu kita berbicara tentang partai politik (parpol), pembelajaran politik, dan peran lembaga legislatif dalam kebijakan pemerintah yang saling terkait. Lihat bagaimana Jokowi menjadi juru kampanye pada pemilihan gubernur di Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, hingga pemilihan wali kota Tangerang.
Bagi partai politik mungkin sah saja untuk “menjual” kesuksesan Jokowi sebagai cara kampanye kepala daerah. Hanya saja kejadian ini bisa menyampaikan pesan yang salah kepada masyarakat nonpartisan yang mendukung aksi Jokowi selama ini. Jokowi bukanlah artis dangdut yang kerap didatangkan oleh para calon kepala daerah yang maju dalam pemilihan kepala daerah dengan tujuan mengumpulkan massa. Begitu juga kehadiran Jokowi, tentunya tidak akan berpengaruh jika prestasi/kontribusi calon kepala daerah tersebut memang belum dirasakan masyarakat sekitar.
Kritik dan pandangan sinis dari DPRD DKI melalui rencana menggunakan hal interpelasi atas kartu Jakarta Sehat, penundaan pengesahan APBD, hingga kasus Ahok dengan Fraksi PPP terkait “etika” merupakan beberapa tantangan yang mesti dihadapi Jokowi saat menjadi gubernur Jakarta. Tidak mudah menanganinya jika melihat ia hanya mempunyai 2 partai politik pendukung di parlemen (PDIP dan Gerindra) dengan kurun waktu yang kurang dari 1 tahun. Foke yang kariernya berangkat dari sekretaris daerah, wakil gubernur, hingga gubernur, dianggap gagal oleh warga Jakarta, dan sekarang dengan situasi politik yang terjadi di DPRD DKI tentu menuntut kerja keras dan konsentrasi Jokowi untuk menjalankan program yang telah disusun, termasuk program besar mengenai transportasi massal di Jakarta.
Dari kedua alasan di atas, saya berpendapat bahwa sosok kepemimpinan Jokowi masih sangat dibutuhkan untuk menangani Kota Jakarta yang kerap disebut sebagai jendela Indonesia.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar