Sabtu, 20 Desember 2014

Motif Ahok Ikut Jokowi ke NTT: Tak Sekedar Cuma Coba Pesawat Kepresidenan

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjelaskan kenjungan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Nusa Tenggara Timur bersamaan dengan lawatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke sana. Ternyata keikutsertaan Ahok dengan Jokowi tak cuma sekedar mencoba peswawat kepresidenan seperti permintaan Ahok pada saat melepas Jokowi sebagai presiden RI.
Heru mengatakan, Pemerintah DKI Jakarta berencana membangun balai karantina dan rumah pemotongan hewan di Nusa Tenggara Timur.
Pembangunan ini diwujudkan dalam perjanjian kerja sama yang ditandatangani Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya, Sabtu, 20 Desember 2014.
"NTT memiliki stok daging yang berlimpah," kata Heru lewat telepon.
Heru menjelaskan, kerja sama itu bertujuan memenuhi kebutuhan daging sapi di Ibu Kota yang mencapai 150 ton per tahun. Selama ini hampir semua kebutuhan daging dipasok dari daerah lain lantaran Jakarta tak memiliki peternakan sapi. Pembahasan awal skema kerja sama tersebut yakni pembangunan balai karantina dan rumah pemotongan hewan di NTT. Setelah dipotong, daging sapi yang sudah dikemas akan dipasarkan di Jakarta.
Skema ini, kata Heru, merupakan salah satu yang paling efisien ketimbang langsung mengirim hewan sapi ke Jakarta. "Biayanya lebih besar jika masih dalam bentuk hewan," ujar Heru. Meski begitu, DKI masih mengkaji nilai investasi yang akan ditanam untuk menjalani kerja sama ini.
Kerjasama antara DKI dan NTT ini dirintis oleh Jokowi Widodo saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Karena itu, Presiden Jokowi turut hadir menyaksikan Gubernur Ahok mennandatangani perjanjian kerjasama tersebut.
Pengamat ekonomi pertanian, Bustanul Arifin, menyebut kerja sama tersebut merupakan langkah tepat dari Pemerintah DKI. Sebabnya, NTT merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki stok daging sapi yang melimpah, sedangkan Jakarta merupakan sentra konsumsi daging sapi.
Bustanul menambahkan, usai penandatanganan kerja sama, Pemerintah DKI masih harus membenahi sistem informasi harga daging sapi. Bustanul mengatakan DKI harus mengajak pemerintah pusat untuk menyusun sistem tersebut agar tak terjadi kolusi harga di pasar. "Jika tidak, harganya akan tetap tinggi karena persaingannya tak sehat," ujar Bustanul.   [tempo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar