Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi,
menyebutkan program pembangunan di Jakarta yang tertunda selama puluhan
tahun karena adanya banyak kepentingan.
Jokowi mencontohkan proyek pembangunan Mass
Rapid Transit atau MRT yang tertunda selama 26 tahun, karena masalah
kepemimpinan dan kepentingan yang terlalu banyak."Tarik menarik itu tidak gampang, saya tidak usah mikir kepentingan–kepentingan apa tapi kepentingan masyarakat yang harus didahulukan, biasalah ada tekanan di sini tekanan di sana. Ingin saya putuskan ya sudah saya putuskan," jelas Jokowi dalam wawancara dengan BBC Rabu (16/1) lalu.
Jokowi mengaku kepentingan masyarakat akan didahulukan dalam setiap pembangunan di Jakarta.
Dia menargetkan masalah transportasi massal merupakan program yang akan diputuskan dalam waktu 100 hari masa jabatannya.
"Sudah harus segera dibangun MRT, Monorel, untuk menyempurnakan kekurangan di busway. Juga ada kebijakan yang mengiringi ini, seperti kebijakan nomor genap ganjil, Electronic Road Pricing ERP, pajak parkir yang tinggi, tetapi semua ini perlu waktu," kata Jokowi.
Rencana dianggap cukup
"Sebaiknya fokus saja ke pembangunan transportasi massal dan agar konsentrasinya tak terpecah pembangunan jalan tol dalam kota tak akan menyelesaikan persoalan masalah transportasi di Jakarta." Tri Tjahjono
"Program-program itu sudah lama, intinya ada dua yaitu pelaksanaannya dan kepemimpinan. Yang terakhir saya rasa Jokowi tak ada masalah," kata Tri Tjahjono Ketua MTI DKI Jakarta.
Tri menegaskan Jokowi sebaiknya fokus terhadap pembangunan transportasi massal seperti MRT dan monorel. Sambil menunggu keduanya selesai, harus memaksimalkan penggunaan bus transjakarta, menambah bus dan juga koridor menjadi 15 seperti yang direncanakan.
Tri mengkritik mengenai masalah rencana pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota yang disetujui Jokowi dengan syarat memberikan akses terhadap transportasi umum.
"Sebaiknya fokus saja ke pembangunan transportasi massal dan agar konsentrasinya tak terpecah pembangunan jalan tol dalam kota tak akan menyelesaikan persoalan masalah transportasi di Jakarta," kata Tri.
Masalah pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota mengundang kritik dari berbagai kalangan karena penambahan ruas jalan dianggap bukan merupakan solusi kemacetan Jakarta, seperti terungkap dalam public hearing yang dilakukan pekan lalu.
Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Jokowi mengatakan akan mempertimbangkan masukan publik dan masih terbuka peluang rencana itu akan dibatalkan jika masyarakat tidak menginginkan.
Penanganan banjir
Jokowi menetapkan status Jakarta tanggap darurat setelah banjir terjadi sejak pekan lalu, yang mengenangi sejumlah wilayah utama seperti Bundaran HI, kawasan bisnis Sudirman- Thamrin, dan sejumlah pemukiman.
Mantan Walikota Solo ini menyatakan sejumlah program akan dilakukan untuk mencegah banjir Jakarta, antara lain pembuatan 10.000 sumur resapan. Tetapi, Jokowi mengaku masih butuh waktu untuk pembangunan tersebut.
Akhir pekan lalu, dalam rapat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diputuskan untuk menjalankan sejumlah program penanganan banjir jangka pendek dan panjang, antara lain pekerjaaan di Sungai Ciliwung untuk dihubungkan dengan Banjir Kanal Timur, BKT, dengan target selesai pada 2014.
Pakar masalah tata kota, Yayat Supriatna, mengatakan penanganan masalah banjir di Jakarta tak dapat diselesaikan secara struktural dengan berbagai pembangunan fisik untuk menghalau air yang memenuhi Sungai Ciliwung ke BKB maupun BKT.
Dia menekankan pemerintah harus memperhatikan tata ruang dan konservasi dalam pencegahan banjir di Jakarta.
Yayat menyatakan pendekatan pembangunan fisik -seperti tanggul dan kanal- sudah dilakukan sejak masa pemerintahan kolonial Belanda dan tidak memperhatikan tata ruang.
"Jangan-jangan yang diajarkan oleh Belanda sudah tidak benar lagi ilmunya karena penurunan permukaan tanah, perubahan bentang alam, dan tata ruang harusnya menyadarkan kita untuk mengaudit cara-cara kita untuk mengatasi banjir," kata Yayat.
Budaya masyarakat
Yayat menyatakan konsep pembangunan sumur resapan oleh Jokowi sebenarnya sudah pernah dilakukan di Jakarta tetapi pelaksanannya lemah karena tak ada sanksi bagi pemilik bangunan yang tidak menjalankannya."Selain itu kecil sekali kemampuannya untuk mengatasi kota yang bermasalah seperti Jakarta, sebuah kota yang rusak dan padat pendudukan yang berada pada dataran banjir," jelas Yayat.
Yayat menyatakan untuk menangani masalah banjir di Jakarta juga dibutuhkan perbaikan budaya, norma, dan keyakinan warga untuk memperbaiki kotanya.
Selain masalah banjir, program lain yang diluncurkan Jokowi tak lama setelah dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta adaah Kartu Sehat dan Kartu Pintar.
Jokowi mengklaim penerbitan kartu tersebut telah mendorong peningkatan kunjungan ke Puskesmas dan RS antara 40-70 %.
Sumber :
bbc.co.uk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar