Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana,
mengingatkan Gubernur DKI Joko Widodo agar berhati-hati terhadap
panggung politik yang mungkin dimainkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Hati-hati dengan politik anggaran yang kemungkinan dilakukan para anggota Dewan di DPRD Jakarta," ujar Ari kepada Tempo, Rabu (23/7/2014).
Ari
mengatakan, selama kembali menjabat sebagai Gubernur DKI, Jokowi masih
harus berhadapan dengan konstelasi DPRD lama yang kebanyakan dihuni
partai pendukung lawannya saat pemilihan presiden 2014, Prabowo
Subianto. Para anggota Dewan bisa saja menggunakan kekuatannya untuk
menjegal Jokowi dalam menentukan kebijakan seperti Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Perubahan 2014 yang harus segera digodok.
"Bakal ada manuver politik di situ. Mereka akan benar-benar menggunakan panggung politik itu," katanya.
Ari
menambahkan, Prabowo Subianto tidak akan tinggal diam melihat
kemenangan lawannya. Menurut dia, Prabowo dan partai pengusungnya dapat
melakukan berbagai hal untuk melakukan delegitimasi terhadap Jokowi.
"Bisa saja. Apalagi periode transisi ini cukup panjang, dari bulan ini
hingga Oktober nanti," kata Ari.
Tak hanya memainkan politik
anggaran, kata Ari, anggota Dewan lama bisa mengeluarkan cara lain untuk
menjegal Jokowi. Misalnya, mengeluarkan opini yang berkaitan dengan
kebijakan Jokowi selama menjabat Gubernur Jakarta dari Oktober 2012.
"Mereka bisa berpendapat soal belum berjalannya proyek monorel atau
agenda Jokowi lainnya," katanya.
Meski
ada kemungkinan hal itu dilakukan, Ari meminta agar Jokowi tetap
menjalani jabatannya sebagai Gubernur Jakarta dengan baik. "Jokowi kalem
aja. Yang penting, sinyal warga DKI ke Jokowi cukup kuat pada pemilihan presiden lalu," katanya.
Gerindra Dipastikan Akan Jegal Jokowi
Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah DKI Jakarta Muhammad Sanusi mempertanyakan pencalonan Joko Widodo
alias Jokowi sebagai presiden. Menurut dia, pencalonan Jokowi secara
hukum tidak sah.
"Kami sampai sekarang belum menerima surat izin pencapresan dari dia," ujar Sanusi saat dihubungi Tempo, Rabu (23/7/2014).
Menurut
Sanusi, kepala daerah yang hendak menjadi capres, setidaknya memberikan
surat izin kepada dewan. "Sekarang kalau misalnya dia jadi presiden,
kemudian mengajukan izin pengunduran diri. Pertanyaannya, kapan dia
mengajukan izin pencapresan ke dewan?" kata Sanusi. Pertanyaan inilah,
Sanusi melanjutkan, yang bakal menjadi perdebatan panjang di tingkat
pimpinan DPRD. Menurut dia, perlu pakar hukum untuk membahas persoalan
ini.
Komisi
Pemilihan Umum telah menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla
sebagai pemenang pemilihan presiden tahun 2014. Jokowi-Kalla ditetapkan
setelah unggul atas pesaingnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Berdasarkan hasil rekapitulasi secara nasional, Jokowi-Kalla memperoleh
53, 15 persen suara sedangkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa meraih 46,85
persen.
Sebagai
pemenang pilpres dan bakal menjadi presiden selanjutnya, Jokowi pun
harus menanggalkan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mekanismenya
dengan mengundurkan diri ke DPRD. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar