Hingga bulan Juli ini, Jokowi telah merajai 17 hasil survei sepanjang
akhir tahun 2012-2013. Yang terbaru adalah survei yang justru disinyalir
dilakukan oleh internal PDI Perjuangan dan tersebar secara bawah tanah
berjudul Trajektori Politik 2014. Dalam statistik politik tersebut
Jokowi mengalahkan Mega dalam sebuah formulasi permodelan. Namun begitu,
akankah Megawati sebagai Ketua PDI Perjuangan merestui Jokowi nyapres?
Dalam
dokumen laporan Trajektori tersebut disebar oleh sumber yang mengaku
orang dekat Jokowi. Survei dilakukan dari 3-15 Mei 2013 dengan jumlah
responden 1.500 di 33 provinsi. Beberapa model skenario dalam survei
tersebut cukup menarik. Skenario pertama, PDI Perjuangan menyodorkan
Megawati sebagai calon Presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla, hasilnya
justru pasangan Prabowo-Hatta Rajasa unggul dengan 35,2 persen.
Megawati sendiri dalam skenario pertama hanya meraup 25,3 persen.
Sedangkan pasangan Aburizal Bakrie-Mahfud MD menyusul dengan 18,3
persen.
Skenario kedua, jika Jokowi maju dengan calon yang belum
terkenal yaitu Pramono Edhie, hasilnya tetap menang. Mengungguli
pasangan Prabowo-Hatta dan Aburizal-Mahfud. Skenario ketiga menarik,
jika Jokowi maju sebagai cawapres hasilnya justru jeblok. Mesti dia
mendampingi Megawati, apalagi jika dengan Puan Maharani, hasilnya sangat
tidak memuaskan.
Saya justru tertarik memandang skenario
keempat sebagai yang paling menarik, di mana jika Jokowi keluar dari PDI
Perjuangan dan bertarung melawan Megawati, walaupun dia dipasangkan
dengan Pramono Edhie, Jokowi akan keluar sebagai pemenang dengan cukup
memuaskan. Pasangan Jokowi-Pramono Edhie akan menang (36,1) persen,
disusul Prabowo-Hatta (30,5) dan Megawati-Jusuf Kalla di peringkat
buncit dengan (15,2) persen.
Walaupun laporan survei tersebut
dirilis secara bawah tanah, namun saya melihat metodologi dan penyajian
yang bisa dipertanggungjawabkan. Sayangnya, sang sumber tidak berkenan
disebutkan, hanya mengatakan ini survei internal PDI Perjuangan atas
Jokowi. Jika demikian, mungkinkah sebenarnya PDI Perjuangan telah serius
mempersiapkan Jokowi dan tinggal menunggu momentum pemberian restu
diikuti dengan deklarasi capres.
Namun kenapa hingga saat ini,
Megawati terkesan enggan merestui Jokowi untuk menjadi capres. Restu
dari Megawati tersebut hingga saat ini masih menjadi misteri yang
mungkin, hanya Mega dan Tuhan saja yang tahu. Tapi saya coba menebak apa
kira-kira yang menjadi alasan Megawati sebagai '
King Maker' PDI Perjuangan dalam pergulatan politik nasional ke depan.
Pertama,
adalah pertimbanga ideologi. Di mana pertimbangan koalisi dengan partai
lain tentunya akan menjadi kebutuhan. Pencapresan Jokowi tidak serta
merta langsung bisa menang, tetapi butuh mesti koalisi. Partai yang
kemudian ideologisasinya hampir mirip sebenarnya adalah Gerindra,
sayangnya hubungan kedua partai tersebut sudah retak pasca Pilgub DKI
Jakarta, di mana Megawati merasa ada penumpang gelap pasca mereka
koalisi dan menang.
Pertimbangan mencari partner koalisi tersebut
sebenarnya tidak terlalu meresahkan. PDI Perjuangan tetap partai yang
masih menjadi partai yang diperhitungkan, andai Pemilu dilakukan saat
ini misalnya, pertengahan 2013 saya pikir PDI Perjuangan justru yang
akan menang, hal ini berdasarkan dari trend lima Pilkada Gubernur
terakhir yaitu, Jakarta, Jawa Barat, Sumatra Utara, Bali, Jawa Tengah,
dan Sumatra Selatan.
Kemenangan di Jakarta dan Jawa Tengah,
serta sisanya menduduki runner up menunjukkan bukti PDI Perjuangan
mempunyai basis massa yang cukup kuat di Nusantara. Selain itu,
guncangan kasus korupsi juga dapat dilokalisir dengan mudah oleh PDI
Perjuangan, kasus Emir Moeis misalnya. Berbeda jika kasus korupsi
menyangkut struktur partai, hasilnya akan buruk untuk elektabilitas,
seperti yang dirasakan Demokrat dan PKS saat ini.
Kedua,
bagaimana dengan politik dinasti. Diakui atau tidak jika Megawati
merestui Jokowi, tentu dampak bagi internal partai adalah pertama kali
PDI Perjuangan mengusung capres yang bukan darah biru dari dinasti
Soekarno. Ini berarti, perubahan kultural dan organisasional partai juga
akan berubah di mana kekuatan PDI Perjuangan dari keluarga Megawati
akan berganti.
Jalan tengahnya mungkin secepat mungkin menaikkan
Puan untuk mendampingi Jokowi. Namun, secara eksternal dan dalam
konteks partai modern sebenarnya justru malah perlu diapresiasi, dimana
PDI Perjuangan bertranformasi menjadi partai terbuka dan inklusif, bukan
partai dinasti. Jika ini dilakukan dapat menentang arus membangun
politik dinasti SBY juga di Demokrat yang saat ini terjadi.
Ketiga,
mungkin saja Megawati telah berpikir untuk merestui Jokowi, dengan
pertimbangan elektabilitas dari hasil survei dan Jokowi telah dikenal di
beberapa daerah karena keikutsertaan menjadi juru kampanye di beberapa
provinsi. Hanya saja, mungkin restu itu tidak dikeluarkan saat ini,
dimana Jokowi belum genap satu tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jika
hal tersebut dipaksakan, mungkin akan berdampak pada citra Jokowi yang
terkesan oportunis dan lari dari tanggungjawab memimpin Jakarta sehingga
akan berdampak pada elektabilitas saat Pemilu nanti. Dan tentunya, ini
akan menjadi titik yang terus diserang oleh lawan politik PDI
Perjuangan.
Beberapa pertimbangan di atas saya kira yang menjadi perdebatan, syarat atau perhitungan seksama Megawati sebagai
king maker
dalam mengeluarkan izin restu untuk Jokowi. Tentu jika Megawati tidak
berniat nyapres sendiri dan tidak menghitung untung rugi secara politik
nasional.
Di lain sisi, mungkin Jokowi saat ini sedang dalam
posisi, malu-malu tapi sebenarnya mau karena desakan publik yang begitu
kuat. Namun, selaku kader yang mendapat keberuntungan di Jakarta, Jokowi
pasti akan mengunggu apa keputusan Megawati untuk Pemilu 2014 nanti.
Saat ini yang paling penting adalah sikap dari Megawati akankah terus
'menggantung' Jokowi, atau merestui dengan catatan dan pertimbangan
tetap berkontribusi terhadap DKI Jakarta.
Mungkin perlu belajar
dari partai Demokrat Amerika dan Obama, di mana konon ceritanya, awal
tahun 2000-an Obama bukan siapa-siapa, hanya aktivis Lembaga Bantuan
Hukum di Harvard University. Namun karena berpotensi, Obama direkrut dan
dipoles, dikader menjadi pemimpin yang mumpuni oleh petinggi Demokrat.
Visi dan ideologi partai menjadi prinsip yang dipegang Obama dari partai
untuk perubahan bangsanya setelah menjadi Presiden USA.
Lebih
jauh, dari sisi survei politik dan kinerja yang telah berhasil
menghilangkan sekat antara pemimpin dan rakyatknya, Jokowi dinilai
masyarakat layak menjadi capres. Berbagai komunitas akar rumput di
Nusantara, seperti Jakarta, Kalimantan Tengah dan Jawa Tengah, Solo
bahkan sudah terbuka menyampaikan dukungan dan meminta restu Megawati.
Apalagi jika dikaitkan dengan stok lama capres yang produktivitas dan
semangatnya tidak lagi akan memberi harapan. Kini bukan hanya Jokowi
yang menunggu restu Mega, tapi juga masyarakat yang rindu sosok merakyat
seperti Jokowi memimpin negeri.
Namun, kapan dan akankah Megawati legowo merestui Jokowi? Kita tunggu saja sebagai sebuah teka-teki misteri hingga 2014 nanti.
Sumber :
detik.com