Pengamat politik dari Indonesian Institute for
Development and Democracy (Inded), Arif Susanto, mendorong masyarakat
untuk menuntut permintaan maaf dari Presiden Joko Widodo dan DPR terkait
penunjukkan dan persetujuan Komjen Budi Gunawan sebagai Kepala
Kepolisian RI (Kapolri). Pasalnya, keputusan meloloskan Budi yang
menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi telah menyakiti dan
menghancurkan kepercayaan masyarakat pada presiden serta parlemen.
"Harus menuntut pengakuan salah dan permintaan maaf Presiden Jokowi dan DPR," kata Arif, dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Sabtu (17/1/2015).
Arif
menjelaskan, Presiden Jokowi harus meminta maaf karena mengajukan Budi
sebagai calon tunggal Kapolri. Kesalahan lebih fatal karena Jokowi tidak
melibatkan KPK dan PPATK sebelum memutuskan memilih Kepala Lembaga
Pendidikan dan Latihan Polri tersebut.
Sedangkan DPR, kata Arif,
ikut bersalah lantaran memberikan persetujuan Budi sebagai Kapolri
menggantikan Jenderal Sutarman. Menurut dia, proses uji kelayakan dan
kepatutan Budi di DPR secara otomatis gugur setelah KPK menetapkannya
sebagai tersangka.
Arif juga menilai, Komisi Kepolisian Nasional
(Kompolnas) dan Mabes Polri ikut bersalah atas pencalonan Budi.
Alasannya, Kompolnas yang merekomendasikan Budi pada Presiden Jokowi dan
Mabes Polri yang menyatakan Budi bersih dari catatan tindak pidana
apapun.
"Budi Gunawan seharusnya dapat status tidak tepat dan tidak layak menjadi Kapolri," ucap Arif.
KPK
memberikan status tersangka pada Budi untuk dugaan kasus korupsi.
Status tersangka itu diberikan KPK saat DPR RI tengah memproses
pencalonan Budi sebagai Kapolri. DPR RI akhirnya tetap menyetujui Budi
sebagai Kapolri. Meski demikian, Presiden Joko Widodo menunda melantik
Budi sampai proses hukum yang berjalan menemui titik yang lebih jelas. [kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar