Sepanjang sejarah lembaga kepolisian di Indonesia, hanya pada era pemerintahan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) adanya Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri,
terkait ditetapkannya calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai
tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sepanjang saya berkarier belum ada yang namanya Plt, baru kali ini,"
kata mantan Wakapolri Komjen Oegroseno, di kawasan Menteng, Jakarta
Pusat, Sabtu (17/1/2015).
Kendati demikian, Oegro mengapresiasi penunjukan Plt Kapolri oleh
Jokowi karen dapat mengisi kekosongan pimpinan di lembaga Polri.
"Begitu Presiden akan mengajukan calon Kapolri, itu berarti pejabat
lama pasti ada pemberitahuan akan diganti. Kalau beliau sudah memberikan
pernyataan seperti itu Presiden selaku kepala negara juga pasti
cerdas," ungkapnya.
Sikap yang diambil Jokowi, kata dia merupakan keputusan yang sangat
cerdas, karena tidak mungkin Presiden akan membatalkan keputusannya
tersebut.
"Salah satu langkah yang diambil, karena situasi seperti kemarin,
seperti yang diungkapkan Prof Salim (Salim Said) itu merupakan
kecerdasan.Ya diangkat Plt itu sudah tepat," katanya.
Namun, tugas Plt yang diemban Komjen Badrodin Haiti lanjut dia,
justru akan lebih berat. Karena sejumlah permasalahan di tubuh Polri
"Tugasnya Pak Badrodin akan sangat berat untuk menahkodai Polri,"
tutupnya.
Minta Sutarman Diangkat Sebagai Dubes/Menteri
Lebih jauhm Oegroseno berharap Presiden Jokowi memberi
jabatan atau posisi kepada mantan Kapolri, Jenderal Polisi Sutarman.
Sebab
Oegroseno menilai saat ini Sutarman dalam posisi dilematis. Apabila
Sutarman tak datang ke kantor Mabes Polri dalam jangka waktu 30 hari,
jenderal bintang empat itu akan menghadapi persoalan desersi.
Namun, jika Sutarman masih datang ke kantor dan hanya absen saja, maka perlakuan tersebut akan sama dengan status wajib lapor.
"Pak
Sutarman enggak masuk kantor 30 hari kena (sanksi), jangan ada masalah
desersi. Kalau datang, absen, enggak lucu dong. Bintang 4 biasanya masuk
pintu depan, terus ada ruangannya, karena enggak ada jabatannya terus
absen di depan provost, kan sama dengan wajib lapor," kata Oegroseno di
Jakarta, Sabtu (17/1/2015).
Menurutnya, Presiden Jokowi bisa memberi
posisi jabatan kepada Sutarman, sebagai bagian dari risiko pencopotannya
dari jabatan sebagai Kapolri. "Itu yang diserahkan ke Pak Presiden,
jadi duta besar atau jadi menteri, kan masih bisa. Menteri keamanan
kalau perlu. Ini enggak bisa, masa ditendang begitu saja. Ya itu bagian
dari suatu risiko," tuturnya.
Pencopotan Sutarman dari jabatannya
sebagai Kapolri memang hanya berselang beberapa bulan dari pergantian
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Presiden Jokowi. Namun,
Oegroseno mengingatkan bahwa yang mengangkat Sutarman sebagai Kapolri
adalah Presiden RI bukan Presiden SBY. Oleh sebab itu, Oegroseno menilai
Sutarman harus mendapatkan perlakuan yang layak dari Jokowi.
"Pak
Sutarman dulu itu diangkat oleh Presiden Republik Indonesia lho, bukan
Presiden SBY. Segera (beri jabatan ke Sutarman), nanti jadi masalah baru
lagi," tegas Oegroseno.
Secara pribadi, Oegroseno mengaku
mendukung Sutarman untuk menjadi Menteri Keamanan yang membantu presiden
terkait urusan-urusan Kepolisian.
"Tapi bukan atasannya polisi
lagi karena nanti polisi di bawah menteri. Menteri baru yang ngurusi
pekerjaan-pekerjaan Menhan ngurus pekerjaan TNI, tapi bukan Panglima TNI
di bawah Menhan. Menkam, mengurusi pekerjaan-pekerjaan selain polisi,
bea cukai, lalu lintas barang, imigrasi. Kalau perlu Paspampres, urusan
keamanan. Tapi dia bukan atasan langsung," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar