Ketua Real Estate Indonesia meminta Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) segera
mencabut moratorium atau penangguhan pembangunan mal dan pusat belanja
di Ibu Kota.
“Moratorium bisa diganti dengan peraturan yang
lebih luwes, bukan melarang membangun mal,” kata Wakil Ketua REI DPD DKI
Jakarta, Thomas Sulistyo, Selasa (17/9/2013).
Meskipun
demikian, dia menyetujui jika pemerintah melarang pembangunan mal di
tengah kota. Namun, jika ada mal yang dibangun di pinggir kota,
sebaiknya tak dilarang.
Thomas menanggapi pernyataan Jokowi yang
menyatakan tidak lagi mengeluarkan izin pembangunan mal karena jumlahnya
sudah berlebih. “Kota yang paling banyak mal di dunia itu adalah
Jakarta. Sekarang sudah saya stop,” kata Jokowi, Minggu (15/9/2013).
Jokowi
menyodorkan data berisi 173 pusat belanja, 74 di antaranya adalah
mal, yang menyesaki Jakarta. Maka, dia memilih fokus pada pembenahan dan
pembangunan pasar-pasar tradisional. “Perlu harmonisasi tata ruang
antara mal dan pasar tradisional,” ujarnya. Namun Jokowi mengaku tidak
bisa menghentikan rencana pembangunan 14 mal yang sudah disetujui
gubernur sebelumnya.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Santoso,
meminta pemerintah DKI berhati-hati menggagas moratorium pembangunan
mal. “Jangan sampai investor tidak jadi menanam modal,” kata Santoso.
Lagi pula, menurut dia, baik mal maupun pasar rakyat memiliki segmen
masing-masing.
Ketimbang membuat moratorium, Santoso menyarankan
agar pemerintah menegakkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Perpasaran Swasta. Dalam aturan itu, dia menjelaskan, mal wajib
menyediakan lahan bagi pedagang kaki lima. “Kalau pemilik mal tidak
menjalankan, bisa dikenai sanksi,” katanya.
Wakil Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, saat ini Jakarta belum
memungkinkan menambah mal karena tidak memiliki daya dukung transportasi
massal yang baik. “Kalau sudah ada transit-oriented development (TOD)
untuk mass rapid transit (MRT), mal boleh dibangun di sekitar itu,” kata Ahok.
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar