Gara-gara pemberitaan tentang Akil
Mochtar, tangkapan kakap KPK baru-baru ini, pemberitaan mengenainya
menguasai hampir semua media. Tidak terkecuali media-media mainstream
yang biasanya selalu menuai banyak hits oleh karena berita tentang
Jokowi-Ahok. Akibatnya, kolom terpopuler dikuasai pemberitaan tentang
Akil Mochtar dan menggeser popularitas pemberitaan tentang
Jokowi/Basuki. Sebut saja: kompas.com, tempo.co, detik.com, merdeka.com,
dll. Semua kolom terpopuler dikuasai oleh pemberitaan tentang Akil
Mochtar. Pantas jika dikatakan bahwa Akil Mochtar langsung terkenal oleh
karena pemberitaan negatif tentangnya.
Akan tetapi, berita negatif tentang
seorang tokoh nasional perlahan-lahan akan mencapai antiklimaks sama
seperti yang dialami oleh Susno Duaji, Anas Urbaninggrum, dan Mantan
Presiden PKS. Publik akan segera lupa, jika kasusnya telah bergulir
dalam beberapa waktu.
Di sisi berita negatif tentang tokoh
yang biasanya langsung meledak popularitasnya dalam seketika,
berita-berita kecil tentang aktivitas Jokowi untuk membenahi Jakarta
selalu menjadi hiburan tersendiri. Sepak terjang Jokowi-Ahok membenahi
Jakarta memang tetap relatif stabil di media, meski seolah-olah
tersingkir dari kolom terpopuler oleh pemberitaan negatif tentang
seorang tokoh.
Media tidak akan pernah bosan menguliti
setiap inci sosok dan aktivitas Jokowi pun ketika berita tentang Akil
Mochtar terasa lebih sexy untuk di-blow up pada saat ini. Sebab awak
media pun tahu bahwa satu-satunya berita positif tentang seorang tokoh
yang masih menuai jumlah pengunjung dan pembaca untuk saat ini adalah
Jokowi.
Karena itu, para tokoh pun mesti belajar
dari Jokowi bagaimana seharusnya menjadi populer di media oleh karena
sisi positif yang dilakukannya. Mungkin ada yang merasa iri hati,
mengapa Jokowi dianakemaskan oleh media. Perlu diingat bahwa
penganakemasan Jokowi oleh media tidak bisa terlepas dari minat
masyarakat terkait sepak terjang positif yang dilakukannya. Daripada
sibuk mengeritik Jokowi sebagai media darling, sebaiknya meniru apa yang
dilakukan Jokowi untuk menjadi media darling bukan oleh karena skandal
yang dilakukan tetapi oleh hal-hal positif yang dikerjakkan untuk
rakyat.
Para pemimpin seharusnya bisa memilih:
mau populer karena skandal seperti Akil Mochtar, dkk, ataukah mau
populer karena kinerja positif seperti Jokowi?
Ditulis Oleh Akun Fajarbaru untuk Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar