Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) kerap ikut berkampanye calon kepala daerah yang
diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Namun, keikutsertaan Jokowi tidak selalu berbuah manis
yang ditandai kekalah bertubi-tubi di beberapa Pilkada, sehingga banyak lawan politik Jokowi menggunakan "Jokowi Effect" justru untuk mengerdilkan "Jokowi Effect" itu sendiri.
Dari fenomena tersebut, timbul pertanyaan banyak pihak, benarkah ada
yang disebut “Jokowi effect” atau benarkah dukungan Jokowi dapat
mempengaruhi popularitas tokoh.
Dalam pantauannya kali ini, Prapancha Research (PR) memeriksa efek
itu dengan menganalisis sejauh mana pengaruh kata kunci “Jokowi”
terhadap perbincangan mengenai tokoh-tokoh lain di jejaring sosial
Twitter. Hasilnya, setidaknya di ranah jejaring sosial, "Jokowi effect"
memang nyata.
“Dari temuan kami, perbincangan beberapa nama memang memperoleh
momentum saat dikaitkan dengan Jokowi,” Analisis PR, Adi Ahdiat, Kamis
(19/9/2013).
Dicontohkan, Gita Wirjawan, di awal 2013 sebelum perbincangan tentangnya marak saat ini, memperoleh lejitan mention
hingga mencapai 1.335 pada 26 Februari karena adanya pernyataan
petinggi Partai Demokrat (PD) untuk memasangkannya dengan Jokowi. Sampai
dengan 26 Februari 2013, ini adalah perbincangan tentang Gita tertinggi
ketiga di Twitter.
Namun, nama yang kelihatannya paling memperoleh momentum dari
dukungan Jokowi adalah Rieke Diah Pitaloka, sewaktu Jokowi berkampanye
untuk pemilihan Gubernur Jawa Barat awal tahun ini. Untuk menggambarkan
arti penting Jokowi, ketika Pilgub Jabar sedang marak-maraknya (6
November 2012–6 Maret 2013) perbincangan tentang Rieke dikaitkan dengan
Jokowi mencapai 49 ribu mention.
Sementara total perbincangan tentang Rieke mencapai 119 ribu. Menurut
Adi, secara kasar 2 dari 5 celotehan tentang Rieke adalah dalam
kaitannya dengan Jokowi.
“Meski demikian, ini tidak berarti dukungan Jokowi akan serta-merta
membantu kandidat tertentu memenangkan pemilu atau pilkada. Hanya saja,
dukungan Jokowi memang membantu mengangkat nama seseorang ke perhatian
publik,” ujar Adi.
Namun, Adi mengingatkan, efek Jokowi pun terbukti tak bekerja pada
tokoh-tokoh tertentu yang memang sudah lekat dengan reputasi buruk. Sebagai contoh, dalam pantauan terhadap perbincangan yang
mengaitkan Marzuki Alie atau Ruhut Sitompul dengan Jokowi, yang
cenderung ditemukan adalah perbincangan-perbincangan yang menganggap
nama-nama ini kapasitasnya jauh di bawah Jokowi.
Adi menambahkan, pesan moral di balik pantauan ini adalah agar partai
serta pihak-pihak yang berharap memperoleh imbas dari citra Jokowi
sadar. Pada akhirnya bukanlah nama Jokowi itu sendiri yang paling
menentukan, melainkan sejauh mana nama yang dikaitkan dengan Jokowi itu
dianggap cocok atau setidaknya tak bertentangan dengan imaji publik
tentang Jokowi.
“Memiliki Jokowi tak seharusnya melenakan parpol yang menaunginya.
Parpol tetap harus bekerja. Terutama bekerja nyata demi kepentingan
orang banyak. Bukan sekadar bermain citra,” tutup Adi.
Sumber :
beritasatu.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar