Tjahyadi (48), seorang warga Kampung Apung, Kapuk, Cengkareng,
Jakarta Barat, berharap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menjadikan
pemukiman warga di sana ditata menjadi kampung deret. Dia mempertanyakan
sikap Jokowi yang cenderung memanjakan warga yang menduduki tanah
negara, tetapi menelantarkan mereka yang justru berada di tanah sah
milik pribadi.
"Jadi kami merasa jadi korban kebijakan tata ruang," ujarnya saat ditemui Kompas, Kamis (19/9/2013).
Menurut Tjahyadi, sudah saatnya pemukiman tersebut ditata menjadi
lebih baik. Mereka sudah jenuh hidup di atas genangan air. Ia
mengatakan, sudah banyak korban terutama anak kecil yang mati tenggelam
sejak tempat itu mengalami banjir permanen pada 1988.
Untuk itu, kata Tjahyadi, mereka meminta pemerintah menimbun
kawasan tersebut serta membangun ulang rumah-rumah tersebut menjadi
lebih layak. "Masak Tanah Tinggi di Jakarta Pusat dibangun, ditata,
justru di sini tidak," ujarnya.
Warga kampung Apung hanya ingin berdiskusi soal logika dengan Jokowi soal Waduk Pluit dan tempat permukiman mereka.
"Jokowi
kan bilang Waduk Pluit tempat penampungan air, bukan tempat tinggal.
Nah, kalau di sini tempat tinggal yang jadi tempat penampungan air,"
kata salah seorang warga Kampung Apung, Zuhri.
Menurut
Zuhri (55), warga Kampung Apung tinggal di tanah yang sah milik
pribadi, bukan tanah negara. Tempat tersebut juga bukan bantaran waduk
ataupun bantaran sungai. Namun, justru mereka kurang diperhatikan.
"Kami setiap tahun bayar pajak, loh," ujarnya.
Akhirnya, lanjut Zuhri,
kampung yang memiliki nama asli Kampung Teko ini yang sebelumnya berada
di lahan yang paling tinggi, menjadi lahan yang paling rendah karena
kawasan di sekitarnya sudah ditinggikan.
"Dan mereka (pabrik dan perumahan mewah) tidak memikirkan drainasenya," ucapnya.
Catatan :
Kampung Apung dahulu bernama Kampung Teko. Pada1988, kawasan ini
mengalami banjir permanen seiring derasnya proyek pembangunan pabrik dan
perumahan mewah di sekitar kawasan tersebut. Kampung yang dulunya
berada di permukaan tanah yang lebih tinggi justru menjadi lebih rendah
dibanding daerah sekitarnya. Hal itu karena kawasan sekitarnya sudah
ditimbun dan ditinggikan.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar