Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan bahwa masalah
transportasi Ibu Kota akan semakin semrawut dengan datangnya mobil murah
ramah lingkungan (low cost green car/LCGC).
“(Jalanan) Akan lebih kacau kondisinya,” kata Jokowi dalam dialog pendidikan di Yogyakarta, Sabtu (21/9/2013). “Dan
Jakarta yang kena dampaknya duluan, karena pasti paling banyak yang
dapat. Pasti itu."
Jokowi mengaku tak alergi terhadap hadirnya
mobil murah. Asal, transportasi massal Jakarta sudah siap, sehingga
kemacetan bisa berkurang. Masalahnya, kata Jokowi, Indonesia, termasuk
Jakarta, sangat terlambat membangun sarana transportasi massal.
"Kalau transportasi massal siap, mau ada mobil pribadi gratis pun tak masalah," kata Jokowi.
Pemerintah merestui produksi dan pemasaran mobil LCGC. Mobil murah
dikhawatirkan membanjiri Jakarta dan menambah kemacetan. Ketua I
Gabungan Penjualan Kendaraan Bermotor, Jongkie D. Sugiharto, mengakui
bahwa sekitar 65 sampai 75 persen dari target penjualan mobil nasional,
1,1 sampai -1,3 juta unit, dipasarkan di Jakarta dan sekitarnya.
Agar mencapai target akhir tahun ini, produsen otomotif menggenjot
penjualan mobil murah. Tahun ini, produsen memproduksi 30-40 ribu unit
mobil murah. Dan, Toyota dan Daihatsu, mengaku sudah mendapat pesanan 23
ribu unit. Antara 65-75 persen pemesan itu berasal dari Jabodetabek.
Wakil Presiden Boediono berkukuh mengatakan mobil murah ini ‘hanya’
menambah 3 persen kendaraan yang ada saat ini. Pemerintah pusat, kata
dia, tak lepas tangan terhadap masalah kemacetan. Pemerintah pusat dan
DKI telah menyepakati langkah penyelesaian kemacetan, tanpa menghentikan
atau membatasi produksi mobil murah.
“Kita tidak perlu
menghambat orang beli mobil,” kata Boediono saat membuka pameran mobil
di Kemayoran, Kamis lalu. Dia menambahkan, kemacetan tak boleh diatasi
dengan mengorbankan kepentingan industri yang dibutuhkan untuk
menggerakkan ekonomi.
Kemacetan merupakan masalah besar bagi
DKI Jakarta. Jakarta telah menyiapkan enam langkah, yakni sistem bayar
untuk masuk jalanan tertentu (electronic road pricing atau ERP), menaikkan tarif parkir di pusat kota, pembatasan penggunaan mobil dengan nomor ganji-genap, membangun mass rapid transit, monorel, serta memperbaiki busway. Namun tak semua rencana itu mulus.
Pengamat kebijakan publik, Yayat Supriyatna berpendapat, kebijakan
mobil murah tak sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI.
Pasalnya, rencana jangka panjang DKI adalah 60 persen mobilisasi warga
menggunakan transportasi umum bukan mobil pribadi. Adapun pakar
transportasi UGM, Danang Parikesit meminta pemerintah menyelesaikan
ketersediaan transportasi massal dahulu. "Keberadaan mobil murah membuat
perbaikan angkutan umum bakal sia-sia,” kata Danang.
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar