Laman

Rabu, 24 Juli 2013

Foke Tak Lebih Bagus, Jokowi Tak Lebih Buruk

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melontarkan kritikan tajam pada pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Koordinator advokasi FITRA M. Maulana menyoroti pengalokasian sejumlah dana untuk alokasi belanja operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang mencapai Rp 26,6 miliar.
Jumlah itu dinilai sebuah pemborosan jika dibanding dengan jumlah anggaran item yang sama pada pemerintahan mantan Gubernur Fauzi Bowo pada tahun sebelumnya. Saat itu nilai tunjangan operasional kepala daerah dan wakilnya sebesar Rp 17.640.355.000. "Ada perbedaan anggaran sebesar Rp 9 miliar," kata Maulana kepada detikcom, kemarin.
Meski begitu, dia buru-buru meluruskan bahwa perbedaan tersebut bukan karena ada indikasi korupsi atau penggelembungan anggaran, melainkan karena faktor jumlah pendapatan asli daerah (PAD). "Anggaran Foke (Fauzi Bowo) lebih kecil dibanding Jokowi bukan karena Foke lebih bagus atau Jokowi lebih buruk, tapi memang PAD zamannya Foke belum sebesar sekarang" ujarnya.
Sebagai informasi, penyusunan jumlah biaya operasional tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut, daerah yang mempunyai PAD di atas Rp 500 miliar bisa menganggarkan minimal Rp 1,25 miliar dan maksimal 0,15 persen dari PAD tahun sebelumnya untuk operasional kepala daerah.
Jika mengacu pada aturan tersebut, Jokowi masih dimungkinkan untuk mengalokasikan dana operasional sebesar 0,15 persen dari PAD tahun lalu senilai Rp 26,6 triliun atau sama dengan Rp 39,9 miliar.
Namun Jokowi dan pasangannya hanya mengambil 0,1 persen dari PAD atau sebesar Rp 26,6 miliar. Bila dibagi dua, tunjangan operasional masing-masing yakni mencapai Rp 13,3 miliar atau sekitar Rp 1 miliar per bulan per orang.
Jokowi membenarkan perihal data terkait biaya operasional yang dirilis oleh FITRA. Tapi dia emoh dituding lebih boros dalam mengelola anggaran. Kenaikan yang signifikan dibanding pendahulunya, kata Jokowi semata-mata karena adanya kenaikan PAD.
"Kalau naik itu karena ada prosentase pendapatan. Pendapatan kami kan loncat tahun ini, itu aja," ujar dia.
Mantan Wali Kota Surakarta itu mengatakan walau dari segi jumlah, alokasi tersebut memang lebih tinggi dari era Foke, namun hal itu tidak linear dengan penyerapan anggaran. "Ini kan masalah anggaran, bukan penggunaan. Realisasinya separuhnya saja belum tentu," kata dia.
Terpisah, pengamat politik Universitas Indonesia Andrinof Chaniago menilai rilis dari FITRA bisa menyesatkan masyarakat. Menurutnya jumlah anggaran operasional kedua gubernur tersebut tidak bisa diperbandingkan hanya dari segi jumlah. "Kalau cuma membandingkan itu belum bisa disimpulkan anggaran Jokowi itu boros, maka dilihat dulu belanjanya buat apa, ada enggak kegunaannya," kata dia kepada detikcom.
Andrinof menilai aksi blusukan Jokowi, yang menurut FITRA termasuk salah satu item dalam tunjangan operasional, adalah kegiatan yang efektif walaupun menelan anggaran yang besar. "Kalau Foke untuk apa uang yang Rp 17 miliar itu? Dia kan cuma silaturahim antar elit-elit saja, beliin makan yang mewah. Kalau Jokowi memang bilang untuk memecahkan masalah," tambah Andrinof.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membantah tundingan yang dilontarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran terkait dana blusukan Gubernur Joko Widodo. Salah satu yang pasang badan adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah, Endang Wijayanti. Dia menegaskan tidak ada anggaran untuk aktivitas blusukan yang dilakukan oleh Jokowi. "Tidak ada itu yang namanya anggaran untuk blusukan, tidak pernah dianggarkan," kata dia kepada detikcom, kemarin.


Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar