Anggota Komisi III DPR, Syarifuddin Sudding, mengatakan Presiden Joko Widodo telah melanggar Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Polri. Pelanggaran yang dilakukan yakni soal pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri, Komjen Badrodin Haiti.
"Kalau dalam perspektif UU, kita melihat bahwa kebijakan yang dilakukan Presiden Jokowi itu adalah pelanggaran terhadap UU No.2 tahun 2002," kata Sudding, di gedung DPR, Jakarta, Senin 19 Januari 2015.
Dia menjelaskan kenapa Presiden Joko Widodo melanggar UU. Pertama, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan satu paket. Di satu sisi, kata Sudding, Presiden Jokowi sudah memberhentikan Kapolri. Tapi di sisi lain tidak mengangkat Kapolri baru, melainkan menunjuk Plt.
Sementara Plt, kata Sudding, harus ada Kapolri definitif yang di non-aktifkan. Lalu, kemudian ada Plt. Itu juga, lanjutnya, harus mendapat persetujuan DPR sesuai amanat Pasal 11 ayat 5 UU No.2 tahun 2002.
Dalam Pasal 11 ayat 5 berbunyi; Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
"Memang kalau kita melihat perspektif UU, saya kira yang dilakukan Jokowi potensi melakukan pelanggaran UU," katanya.
Menurut Sudding, seharusnya ada pelantikan terlebih dahulu. Atau posisi Jenderal Sutarman tidak diberhentikan, akan tetapi di non-aktifkan untuk mengangkat Plt.
Bisa juga, mengangkat Kapolri baru (dalam hal ini Komjen Budi Gunawan), lalu di non-aktifkan dan diangkat Plt.
"Ini kan sudah memberhentikan Kapolri lama (Jenderal Sutarman), tidak mengangkat Kapolri baru (Komjen Budi Gunawan), tapi langsung ada Plt. Nah, Plt ini untuk siapa. Siapa yang di Plt-kan?," dia bertanya.
Sebagai parpol pendukung pemerintah, Sudding mengaku bukan soal kekecewaan atau tidak.
"Tapi kita melihat dalam perspektif UU, bahwa ada potensi pelanggaran terhadap UU yang dilakukan Presiden Jokowi, khususnya UU No.2 tahun 2002 dalam penunjukan pelaksana tugas," katanya. [vivanews]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar