Laman

Minggu, 16 Maret 2014

Menimbang Cawapres Jokowi, Militer Berpeluang Besar

Pengamat politik Charta Politika, Arya Fernandes, memprediksi beberapa skenario yang bakal dibangun PDI Perjuangan untuk menggaet calon Wakil Presiden untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, akan ada empat pola yang dimainkan untuk menggaet wakil presiden setelah menetapkan Jokowi sebagai calon presiden, Jumat (14/3/2014).
Pola pertama adalah penunjukkan dilakukan setelah Pemilu Legislatif berdasarkan hasil perolehan suara. Bila PDI Perjuangan sukses meraih 25 persen suara nasional atau 20 persen kursi di parlemen di atas 25 persen, moncong putih dipastikan menunjuk cawapres dari internal.
Kedua, penentuan cawapres dilakukan sebelum Pileg. Menurut Arya, di sini akan terjadi tarik menarik kepentingan, baik di internal maupun eksternal. Mengingat belum ada hasil Pileg sebagaimana ketentuan dalam presidential threshold yang akan membuat riskan PDI Perjuangan.
Pola kedua ini penggabungan dari dua skenario ini akan mengerucut pada beberapa pola. Arya mengistilahkannya dengan ‘merah-merah’ yaitu calon wakil presiden dari internal PDI Perjuangan. Bisa dari trah Soekarno, Puan Maharani misalnya, atau politikus senior Banteng yang mendapat restu Megawati.
"Pola kedua Cawapres dipilih dari eksternal. Nah siapa orang itu, bisa berasal dari militer, bisa juga dari luar militer atau profesional," katanya saat dihubungi, Jumat (14/3/2014).
Pola ketiga, PDI Perjuangan akan memilih figur dari partai lain. Tidak terkecuali parpol yang sudah mendeklarasikan calon namun tidak memenuhi ambang batas.
Pola keempat, kata Arya, bisa dari kalangan Kepala daerah. "Tetapi, dari empat pola  saya melihat PDIP akan memilih pola pertama atau kedua," tandasnya.
Melihat dari dua pola yang cenderung bakal dipilih PDIP itu, Arya mengatakan, ada beberapa calon yang menurutnya memiliki peluang besar untuk dipilih sebagai cawapres. Dari internal, bisa Puan Maharani, atau tokoh-tokoh senior seperti Tjahjo Kumolo atau Pramono Anung. Alasan Puan Maharani, selain karena dia memiliki trah Soekarno, Puan juga dinilai sudah memiliki kompetensi sebagai pemimpin.
Sementara kecenderungan pada pola kedua, Arya melihat peluang militer cukup besar. Kendati, dia menolak menyebut siapa figur militer yang paling cocok mendampingi Jokowi.
Namun, Arya mengisyaratkan beberapa mantan petinggi militer, termasuk Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Arya menilai Moeldoko memiliki peluang yang cukup untuk bisa duduk berdampingan bersama Jokowi di Pemilu 2014.
"Kalau Moeldoko saya analisisnya ya semua Panglima TNI atau mantan Panglima, atau mantan Kasad punya peluang yang sama. Tergantung bagaimana kedekatannya, chemistry dengan calon presiden, "terangnya.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Eva Kusuma Sundari mengamini bahwa semua cawapres PDI Perjuangan, termasuk dari kalangan militer memiliki peluang yang sama dengan calon dari nonmiliter.
"Fifty-fifty, seperti juga peluang dari non militer (pengusaha, politisi, ekonom) yang penting adalah peluang menang satu putaran, dan perannya menggenapi karakter Pak Jokowi seperti Ahok yang tegas, cekatan, prinsipil, action oriented. Termasuk peluang keduanya membentuk pemerintahan yang kuat (strong leadership) karena kekuatan keduanya maupun potensi dukungan politik terhadap keduanya," ujar Eva.
Dia tidak memungkiri sudah banyak pihak, termasuk kalangan militer, yang mulai mendekati PDI Perjuangan, menyusul kepastian pencalonan Jokowi sebagai capres. Namun, Eva menilai hal itu sebagai hal yang  lumrah. "Mendekat ke calon pemenang itu manusiawi, tapi bagus juga untuk mengirim sinyal pada para pihak yang mau ganggu-ganggu," tandasnya.
Kalaupun nantinya PDI Perjuangan memilih cawapres Jokowi dari kalangan militer, Eva menegaskan, tidak berdasarkan pertimbangan fisik, seperti gagah dan kuat sebagaimana layaknya seorang tokoh militer. "Kita tunggu Pak Jokowi maunya siapa. Siapa saja boleh ngusulin nama-nama tapi tentu Jokowi kuncinya meminta pertimbangan ketum PDIP," pungkasnya.

Sumber :
jpnn.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar