Joko Widodo, akrab disapa
Jokowi memang belum genap dua tahun menjabat sebagai Gubernur DKI
Jakarta, namun dirinya sudah didaulat menjadi calon presiden (Capres)
Republik Indonesia. Meski demikian, Jokowi memiliki beberapa kekurangan
yang harus segera di tutupi.
Demikian kata Emrus Sihombing, Pakar
Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan. Jokowi dinilainya
sebagai calon yang lemah dalam pengelolaan politik, pertahanan dan
keamanan.
"Sampai saat ini, Jokowi belum kelihatan menonjol dalam
pengelolaan konflik dan dinamika politik dalam negeri, percaturan
politik nasional, dan pengelolaan teritorial terkait dengan negara
tetangga," ujar Emrus saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat,
Minggu 16 Maret 2014.
Bukan hanya itu, Emrus juga mengakui,
pasangan Wakil Gubernur Ahok ini juga belum piawai dalam pengelolaan
pertahanan dan keamanan, termasuk strategi dan manajemen alusista
militer.
Sebelum diberikan mandat untuk maju menjadi calon
presiden, Lembaga Survei Nasional (LSN) menyatakan, dalam waktu tiga
bulan, kepuasan warga pada Jokowi merosot hingga 47,5 persen dalam
survei yang dilakukan pada Januari 2014.
Dipa, peneliti LSN
mengungkapkan, ada tiga alasan Jokowi dianggap tak layak menjadi
presiden. Alasan terbanyak, kata dia, respoden menilai Jokowi harus
membuktikan lebih dulu kinerjanya sebagai gubernur DKI Jakarta.
Jika ia berhasil, barulah masyarakat percaya Jokowi layak maju sebagai presiden 2019.
Kedua, responden menilai
Jokowi masih dibutuhkan untuk membenahi Jakarta. Kemudian yang ketiga,
responden menilai Jokowi belum cukup pengalaman untuk memimpin dalam
skala nasional dan masih ada tokoh lain yang lebih pantas.
Terlebih,
konsep pembangunan yang diusung Jokowi dianggap belum jelas. Semua itu,
diakui Dipa, lantaran para responden tak yakin dengan kinerja Jokowi
dapat menjadikan Indonesia lebih baik ketika terpilih sebagai presiden
nantinya.
"Hanya 28,9 persen yang mengaku optimistis Jokowi bisa membuat Indonesia lebih baik," kata Dipa.
Sumber :
viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar