Hatta Rajasa, Ketua Partai Amanat Nasional, mengakui kekuatan Joko
Widodo, calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tak
terbendung. Namun, menurut dia, apa yang menjadi ancaman bisa menjadi
kesempatan. Apakah ini artinya Partai Amanat Nasional akan berkoalisi
dengan PDIP? “Berada di luar atau di dalam pemerintahan sama saja. Yang
penting Partai Amanat Nasional tidak kehilangan peran,” katanya.
Kepada majalah Tempo, Hatta memaparkan hitung-hitungannya. Ia bicara banyak hal soal pemilihan umum. Berikut petikannya:
Setelah Jokowi resmi menjadi calon presiden dari PDIP, sudah ada pembahasan dengan partai tertentu untuk berkoalisi?
Saya berfokus pada pemilihan legislatif (9 April 2014). Sasaran kami: satu daerah pemilihan satu kursi. Jadi 77 kursi. It’s not easy, very hard to get it.
Sekarang PAN punya berapa kursi?
Ada
46 kursi. Pemilu sebelumnya 53 kursi. Jadi, target bawah saya 60, atas
77 (14 persen dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat).
Kok, Anda percaya diri mau jadi presiden?
Nanti
dulu. Itu target untuk mengatasi persoalan berkaitan dengan
fungsi-fungsi di DPR supaya efektif. Saya merasakan kalau fraksi kurang
mengisi komisi dan badan kelengkapan jadi tidak efektif. Sekarang kami
ingin meraih kursi lebih banyak supaya orang yang di komisi paham betul
masalahnya, menghasilkan produk yang berkualitas, karena tidak rangkap
jabatan.
Kantong suara paling banyak di mana?
Berdasarkan
survei yang kami lakukan pada Februari lalu, kami mendapat kursi dari
semua daerah di Sumatra. Dari Aceh sampai Lampung. Di Jawa Barat, kami
mendapat tujuh kursi, Jawa Tengah tujuh kursi, Jawa Timur enam kursi. Di
Indonesia timur, kami kuat. Kami tidak jauh berbeda dengan Partai
Demokrat. Ukuran dari Sumatra sampai Jawa, Gerindra, Demokrat, dan PAN
bedanya tidak banyak.
Apa jualan PAN?
Agenda
reformasi gelombang kedua kami, yaitu politik kesejahteraan. Saya ingin
tetap berfokus ke situ. Apa yang sudah baik, kami jalankan. Itu pula
yang saya lobi ke partai lain.
Lobi untuk apa? Maksud Anda, pembicaraan soal kemungkinan koalisi?
Tidak ada itu. Pembicaraan dengan partai lain soal mau dibawa ke mana bangsa ini.
Dengan pencalonan Jokowi, partai-partai pasti sudah mengukur. Anda melihat posisi PAN bagaimana?
Saya orang yang sangat rasional. Kalau tidak ada sesuatu, semua seperti ini, most likely
Jokowi jadi presiden. Seperti apa koalisinya, saya tidak tahu. Itu hak
PDIP mau mengajak siapa untuk berkoalisi. Buat PAN, berada di dalam atau
luar (pemerintahan) sama saja. Kedua, Jokowi diduga menang itu kan
berbasis pada survei yang bisa juga muncul karena kita salah membaca error margin
dan tren. Ketiga, dalam dunia politik, seminggu itu terlalu lama
mengubah suatu keadaan. Semua bisa terjadi (antara sekarang dan
pemilihan presiden). Itu yang disebut tangan Tuhan bekerja. Tentu tangan
Tuhan turun karena ada orang-orang yang bekerja juga.
Ada perubahan strategi setelah deklarasi Jokowi jadi calon presiden?
Saya
bilang ke kader PAN, kursi kami di Jawa Tengah--tempat basis terkuat
PDIP--jangan tergerus. Semua partai pasti begitu. Harus realistis.
Bagaimana supaya PAN tetap terlibat dalam pemerintahan itu?
Memang
koalisi itu sesuatu yang membangun kebersamaan dalam pemerintahan dan
legislatif. Tentu yang menanglah yang merasa cocok dengan A, B, dan C.
Saya melihat ada semangat kebersamaan yang tinggi di PDIP. Ini pandangan
saya. Mungkin saya salah, tapi itu modal besar untuk membangun bangsa
ini. Karena tantangan kita dibanding 2009 dengan 2014 sangat berbeda.
Kader PAN menargetkan Anda jadi presiden.
Saya
tidak akan mengubah begitu saja apa yang menjadi keputusan partai saya.
Walaupun saya tidak mendeklarasikan atau merespons pencalonan tersebut,
sampai selesai pemilihan legislatif. Selesai pemilihan itu, baru saya
akan melihat dan memutuskan. Ada tiga hal prinsip yang saya pegang.
Kalau saya mendeklarasikan diri sekarang, berhenti jadi menteri. Kalau
mendeklarasikan sekarang, berarti yakin mendapat 20 persen. Which is not.
Ini realistis. Ketiga, saya akan mendeklarasikan diri ketika sudah
bersama teman-teman partai lainnya dan mendapat 20 persen.
PAN akan mendukung pemerintah siapa pun pemimpinnya nanti?
Harus didukung.
Berarti tidak jadi oposisi?
Bukan itu. Perkara berada di dalam atau luar, itu soal lain.
Anda membingungkan. Mau jadi oposisi atau tidak?
Begini,
kalau kekuatan kami adalah 60-70 kursi, untuk beroposisi tidak bisa
efektif. Tapi, kalau ada oposisi yang kuat di luar, sulit juga
pemerintahan nanti berjalan. Jadi, saya cenderung pemerintahan harus
didukung. Mungkin akan ada pembicaraan ke arah itu.
Pernah membahas Jokowi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
Tidak.
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar