Laman

Jumat, 02 Agustus 2013

Railbus Jokowi dan Penyerobotan Jalur "Busway"

Hanya dalam tempo tiga hari kemarin, yakni tepatnya dari Selasa (30/7/2013) hingga Kamis (1/8/2013), ada tiga pengendara mobil yang memaksa masuk ke jalur Transjakarta.
Ketiganya yaitu Febi Suhartoni, mahasiswa pengendara mobil Honda Jazz B 1011 UKF yang berulah dengan mengaku anak jenderal untuk dibukakan portal di jalur busway Koridor II, tepatnya di Jalan Galur, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2013) pagi.
Kemudian Basaria Sirait, seorang ibu rumah tangga penumpang Suzuki Ertiga B 1497 TZW yang membuka portal busway Koridor XI, tepatnya di dekat halte Imigrasi Jakarta Timur, Kamis (1/8/2013) pagi.
Dan terakhir, pengemudi Toyota Land Cruiser B 85 RKM yang memaksa masuk jalur busway Koridor VI, tepatnya di Jalan Warung Jati Barat tak jauh dari halte Pejaten Philips, Kamis sore kemarin. Untuk kasus terakhir, pengemudi yang belum diketahui identitasnya itu bahkan sempat memukul seorang petugas Transjakarta bernama Ferry.
Terlepas tiga pengendara yang "kepergok" dan akhirnya masuk pemberitaan tersebut, sebenarnya masih banyak pengendara-pengendara lain yang menggunakaa jalur yang semestinya hanya diperuntukan untuk bus Transjakarta ini. Padahal, dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, dalam Bab II Pasal 2 nomor 7 telah ditegaskan bahwa kendaraan bermotor roda dua atau lebih dilarang memasuki jalur busway.

Jalur Tak Steril, Penumpang Transjakarta Menurun
Dalam peringatan ulang tahun ke-9 Transjakarta pada 15 Januari 2013 yang lalu, diungkapkan bahwa terjadi penurunan penumpang Transjakarta selama tahun 2012 dibanding tahun sebelumnya. Penumpang Transjakarta berkurang hingga 3 persen dari sebanyak 114.783.842 orang pada 2011 menjadi 111.251.868 orang pada 2012.
Dalam data yang dikeluarkan oleh Institute For Transportation and Development Policy (ITDP) itu, pihak Transjakarta mengakui bahwa harapan untuk menciptakan sarana transportasi massal yang aman, nyaman dan cepat belum sepenuhnya dapat terpenuhi. Salah satu penghambat peningkatan kualitas pelayanan yaitu tentu saja tidak sterilnya jalur busway, selain masih terbatasnya stasiun pengisian BBG dan kurangnya armada.
Menurut ITDP, tidak sterilnya jalur busway menyebabkan jarak kedatangan antar bus di halte menjadi lama, karena perjalanan bus terhambat oleh kendaraan lain. Dan ketika bus sampai di halte, penumpang telah menumpuk dan desak-desakan pun tak dapat dihindari.
Selain itu, terlambatnya bus tiba di halte juga menyebabkan penumpang terlambat ke tempat tujuan. Faktor inilah yang menurut ITDP, membuat penumpang Transjakarta menjadi tak nyaman karena tujuan melayani penumpang secara cepat dan nyaman menjadi berantakan. Akhirnya penumpang Transjakarta meninggalkan layanan bus rapid transit pertama di Indonesia tersebut dan berpindah ke kendaraan pribadi. Akibatnya, jumlah pengguna kendaraan pribadi masih tetap tinggi dan jalanan Jakarta tetap macet.

Rencana Railbus Jokowi
Saat masih dalam masa kampanye Pilkada 2012 yang lalu, Jokowi sempat menyampaikan ide untuk mengganti jalur busway dengan railbus. Menurutnya, railbus dapat memecahkan segala permasalahan yang dialami oleh Transjakarta, terutama erat kaitannya dengan jalur tak steril dan lamanya jarak waktu kedatangan antar bus.
"Untuk koridor-koridor padat yang padat penumpang, saya punya gagasan untuk mengubahnya menjadi railbus. Nanti kalau diganti railbus, headway-nya akan semakin cepat. Jadi tak perlu menunggu lama," katanya saat berkunjung ke redaksi Kompas.com, Sabtu (31/3/2012) tahun lalu.
Ketika ditanyai mengenai kesulitan pemasangan rel di jalur bus Transjakarta, Jokowi mengungkapkan bahwa pemasangan rel di jalur busway yang memiliki koridor padat ini tidak akan memakan waktu lama. "Pasang rel itu tidak terlalu susah. Siapa bilang enggak bisa? Ini sudah pernah saya lakukan di Solo dan bisa," ungkapnya.
Di akhir kepemimpinannya sebagai Wali Kota Solo, tepatnya sebelum terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi memang sempat meluncurkan railbus Batara Kresna pada Agustus 2012. Kereta yang memiliki rute Sukoharja-Yogyakarta ini melintasi kota Solo.
Di kota itu, railbus melintasi jalan-jalan utama di kota Solo seperti Jalan Slamet Riyadi, Taman Sriwedari, Ngarsopuro, dan melintas di atas Sungai Bengawan Solo. Namun, railbus Jokowi di Solo yang berkapasitas 234 orang ini statusnya hanya sebagai angkutan wisata, bukan angkutan untuk transportasi massal. Oleh sebab itu jumlahnya hanya 1 unit.
Terkait rencana railbus di Jakarta, sampai akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, sampai saat ini Jokowi sendiri belum pernah menyatakan apakah rencananya terkait railbus tersebut masih akan dilanjutkan atau tidak. Dengan fenomena jalur busway yang masih tak kunjung steril itu, masih adakah niat Jokowi untuk melanjutkan ide railbus di Jakarta?

Sumber :
kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar