Laman

Senin, 29 Juli 2013

Misteri Restu Megawati untuk Jokowi

Hingga bulan Juli ini, Jokowi telah merajai 17 hasil survei sepanjang akhir tahun 2012-2013. Yang terbaru adalah survei yang justru disinyalir dilakukan oleh internal PDI Perjuangan dan tersebar secara bawah tanah berjudul Trajektori Politik 2014. Dalam statistik politik tersebut Jokowi mengalahkan Mega dalam sebuah formulasi permodelan. Namun begitu, akankah Megawati sebagai Ketua PDI Perjuangan merestui Jokowi nyapres?
Dalam dokumen laporan Trajektori tersebut disebar oleh sumber yang mengaku orang dekat Jokowi. Survei dilakukan dari 3-15 Mei 2013 dengan jumlah responden 1.500 di 33 provinsi. Beberapa model skenario dalam survei tersebut cukup menarik. Skenario pertama, PDI Perjuangan menyodorkan Megawati sebagai calon Presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla, hasilnya justru pasangan Prabowo-Hatta Rajasa unggul dengan 35,2 persen. Megawati sendiri dalam skenario pertama hanya meraup 25,3 persen. Sedangkan pasangan Aburizal Bakrie-Mahfud MD menyusul dengan 18,3 persen.
Skenario kedua, jika Jokowi maju dengan calon yang belum terkenal yaitu Pramono Edhie, hasilnya tetap menang. Mengungguli pasangan Prabowo-Hatta dan Aburizal-Mahfud. Skenario ketiga menarik, jika Jokowi maju sebagai cawapres hasilnya justru jeblok. Mesti dia mendampingi Megawati, apalagi jika dengan Puan Maharani, hasilnya sangat tidak memuaskan.
Saya justru tertarik memandang skenario keempat sebagai yang paling menarik, di mana jika Jokowi keluar dari PDI Perjuangan dan bertarung melawan Megawati, walaupun dia dipasangkan dengan Pramono Edhie, Jokowi akan keluar sebagai pemenang dengan cukup memuaskan. Pasangan Jokowi-Pramono Edhie akan menang (36,1) persen, disusul Prabowo-Hatta (30,5) dan Megawati-Jusuf Kalla di peringkat buncit dengan (15,2) persen.
Walaupun laporan survei tersebut dirilis secara bawah tanah, namun saya melihat metodologi dan penyajian yang bisa dipertanggungjawabkan. Sayangnya, sang sumber tidak berkenan disebutkan, hanya mengatakan ini survei internal PDI Perjuangan atas Jokowi. Jika demikian, mungkinkah sebenarnya PDI Perjuangan telah serius mempersiapkan Jokowi dan tinggal menunggu momentum pemberian restu diikuti dengan deklarasi capres.
Namun kenapa hingga saat ini, Megawati terkesan enggan merestui Jokowi untuk menjadi capres. Restu dari Megawati tersebut hingga saat ini masih menjadi misteri yang mungkin, hanya Mega dan Tuhan saja yang tahu. Tapi saya coba menebak apa kira-kira yang menjadi alasan Megawati sebagai 'King Maker' PDI Perjuangan dalam pergulatan politik nasional ke depan.
Pertama, adalah pertimbanga ideologi. Di mana pertimbangan koalisi dengan partai lain tentunya akan menjadi kebutuhan. Pencapresan Jokowi tidak serta merta langsung bisa menang, tetapi butuh mesti koalisi. Partai yang kemudian ideologisasinya hampir mirip sebenarnya adalah Gerindra, sayangnya hubungan kedua partai tersebut sudah retak pasca Pilgub DKI Jakarta, di mana Megawati merasa ada penumpang gelap pasca mereka koalisi dan menang.
Pertimbangan mencari partner koalisi tersebut sebenarnya tidak terlalu meresahkan. PDI Perjuangan tetap partai yang masih menjadi partai yang diperhitungkan, andai Pemilu dilakukan saat ini misalnya, pertengahan 2013 saya pikir PDI Perjuangan justru yang akan menang, hal ini berdasarkan dari trend lima Pilkada Gubernur terakhir yaitu, Jakarta, Jawa Barat, Sumatra Utara, Bali, Jawa Tengah, dan Sumatra Selatan.
Kemenangan di Jakarta dan Jawa Tengah, serta sisanya menduduki runner up menunjukkan bukti PDI Perjuangan mempunyai basis massa yang cukup kuat di Nusantara. Selain itu, guncangan kasus korupsi juga dapat dilokalisir dengan mudah oleh PDI Perjuangan, kasus Emir Moeis misalnya. Berbeda jika kasus korupsi menyangkut struktur partai, hasilnya akan buruk untuk elektabilitas, seperti yang dirasakan Demokrat dan PKS saat ini.
Kedua, bagaimana dengan politik dinasti. Diakui atau tidak jika Megawati merestui Jokowi, tentu dampak bagi internal partai adalah pertama kali PDI Perjuangan mengusung capres yang bukan darah biru dari dinasti Soekarno. Ini berarti, perubahan kultural dan organisasional partai juga akan berubah di mana kekuatan PDI Perjuangan dari keluarga Megawati akan berganti.
Jalan tengahnya mungkin secepat mungkin menaikkan Puan untuk mendampingi Jokowi. Namun, secara eksternal dan dalam konteks partai modern sebenarnya justru malah perlu diapresiasi, dimana PDI Perjuangan bertranformasi menjadi partai terbuka dan inklusif, bukan partai dinasti. Jika ini dilakukan dapat menentang arus membangun politik dinasti SBY juga di Demokrat yang saat ini terjadi.
Ketiga, mungkin saja Megawati telah berpikir untuk merestui Jokowi, dengan pertimbangan elektabilitas dari hasil survei dan Jokowi telah dikenal di beberapa daerah karena keikutsertaan menjadi juru kampanye di beberapa provinsi. Hanya saja, mungkin restu itu tidak dikeluarkan saat ini, dimana Jokowi belum genap satu tahun menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jika hal tersebut dipaksakan, mungkin akan berdampak pada citra Jokowi yang terkesan oportunis dan lari dari tanggungjawab memimpin Jakarta sehingga akan berdampak pada elektabilitas saat Pemilu nanti. Dan tentunya, ini akan menjadi titik yang terus diserang oleh lawan politik PDI Perjuangan.
Beberapa pertimbangan di atas saya kira yang menjadi perdebatan, syarat atau perhitungan seksama Megawati sebagai king maker dalam mengeluarkan izin restu untuk Jokowi. Tentu jika Megawati tidak berniat nyapres sendiri dan tidak menghitung untung rugi secara politik nasional.
Di lain sisi, mungkin Jokowi saat ini sedang dalam posisi, malu-malu tapi sebenarnya mau karena desakan publik yang begitu kuat. Namun, selaku kader yang mendapat keberuntungan di Jakarta, Jokowi pasti akan mengunggu apa keputusan Megawati untuk Pemilu 2014 nanti. Saat ini yang paling penting adalah sikap dari Megawati akankah terus 'menggantung' Jokowi, atau merestui dengan catatan dan pertimbangan tetap berkontribusi terhadap DKI Jakarta.
Mungkin perlu belajar dari partai Demokrat Amerika dan Obama, di mana konon ceritanya, awal tahun 2000-an Obama bukan siapa-siapa, hanya aktivis Lembaga Bantuan Hukum di Harvard University. Namun karena berpotensi, Obama direkrut dan dipoles, dikader menjadi pemimpin yang mumpuni oleh petinggi Demokrat. Visi dan ideologi partai menjadi prinsip yang dipegang Obama dari partai untuk perubahan bangsanya setelah menjadi Presiden USA.
Lebih jauh, dari sisi survei politik dan kinerja yang telah berhasil menghilangkan sekat antara pemimpin dan rakyatknya, Jokowi dinilai masyarakat layak menjadi capres. Berbagai komunitas akar rumput di Nusantara, seperti Jakarta, Kalimantan Tengah dan Jawa Tengah, Solo bahkan sudah terbuka menyampaikan dukungan dan meminta restu Megawati. Apalagi jika dikaitkan dengan stok lama capres yang produktivitas dan semangatnya tidak lagi akan memberi harapan. Kini bukan hanya Jokowi yang menunggu restu Mega, tapi juga masyarakat yang rindu sosok merakyat seperti Jokowi memimpin negeri.
Namun, kapan dan akankah Megawati legowo merestui Jokowi? Kita tunggu saja sebagai sebuah teka-teki misteri hingga 2014 nanti.


Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar